Ramadhan menjadi bulan yang mulia dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, Ramadhan juga menjadi bulan yang penuh berkah, berkah dalam segi pahala amal dan berkah juga dalam segi kehidupan. Keberkahan ini tidak hanya dirasa oleh segelintiran orang saja, namun sejatinya semua manusia. Mulai dari yang beragama Islam maupun non-Islam, baik para orang tua maupun anak muda, pekerja, pedagang, dan pelajar.
Berbicara mengenai Ramadhan, tentunya setiap orang memiliki kisah atau ceritanya masih-masing yang menjadikan bulan Ramadhan ini penuh dengan kenangan, terlebih kenangan ketika kita masih kecil atau masih anak-anak. Di mana apa yang dulu kita lalui di waktu kecil menjadi momen yang sangat dirindukan sekarang.
Pada kesempatan ini saya ingin berbagi cerita bagaimana dulu saya menjalankan ibadah Ramadhan ketika kecil, mungkin terdapat beberapa momen yang pernah mengalami atau momen yang sama, berikut cerita saya:
Pertama, momen ketika sahur. Pernah suatu waktu entah ketika umur berapa, saya dibangunkan sahur oleh ayah dengan suara mainan berbentuk bola yang terdapat pluit, ketika di tekan mainan tersebut maka berbunyi "ngik ... ngik .. ngik ...", saat mendengar suara tersebut tentunya saya langsung terbangun karena suaranya yang mengganggu telinga, untuk beberapa hari saya merasa oke, oke saja. Tetapi, ketika sudah memasuki seminggu puasa, saya mulai kesal dengan cara ayah saya membangunkan dan pada akhirnya ayah saya tidak memakai maianan tersebut untuk membangunkan saya.Â
Momen ini tentunya ketika diingat menjadi momen yang lucu dan tentunya dirindukan, di mana ayah saya dengan idenya yang brilian membangunkan saya dengan suara pluit dari sebuah mainan yang berbentuk bola.
Kedua, terdapat momen ketika selesai sahur dan mendekati waktu imsak. Pada saat itu, sudah menjadi kebiasaan saat kecil, saya selalu disamperin teman untuk ke masjid melaksanakan salat subuh berjamaah sekaligus kajian subuh atau di daerah saya sering disebut kulsub (kuliah subuh).Â
Suatu hari, teman saya yang selalu samperin saya ke rumah ditawari ager oleh ayah saya, tetapi apesnya ketika sudah di piring dan mau di makan pada suapan pertama, suara dari speaker masjid terdengar "imsak, imsak ..." akhirnya, ager yang sudah di piring dan mau di makan itu tidak jadi di makan. Kami pun tertawa seketika.Â
Dan kini, ketika kami menceritakan hal tersebut, momen itu menjadi momen yang kembali membuat tertawa, menjadi kenangan yang indah untuk dikenang dan diceritakan kembali.
Ketiga, setelah selesai salat subuh dan kulsub. Saya dan teman-teman selalu menyempatkan diri untuk bermain permainan yang selalu kami mainkan di bulan Ramadhan, yaitu bermain kartu UNO.Â
Permainan ini diperkenalkan oleh kakak-kakak senior kami yang lebih paham permainan UNO ini. Jika dimainkan di hari libur, maka kami akan bermain hingga jam 9 siang bahkan lebih, dalihnya kami selalu bilang "sambil ngabeberang (sambil nunggu siang)" dan jika dimainkan di hari sekolah maka hanya akan di mainkan sampai jam 6 atau setengah tujuh saja. Permainan kartu UNO ini masih kami lakukan sampai dewasa ini walau tak sesering waktu kecil dulu.