Mohon tunggu...
Turyanto Sanmukmin
Turyanto Sanmukmin Mohon Tunggu... -

Pewarta. Broadcaster. Suka mengikuti kabar ekonomi, humaniora, olah raga, dan kebijakan publik. Soal politik? Hanya tuntutan pekerjaan yang membuat harus selalu tahu.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Liga Indonesia bisa Laiknya Eropa?

27 Oktober 2012   01:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:21 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Saya yakin, Indonesia bisa! Mata dunia, kiblat sepak bola kita!

KONDISI ekonomi global berdampak pada sepak bola. Eropa terpuruk. Sejumlah negara kiblat sepak bola dilanda krisis. Yunani bangkrut. Rumah bordir pun terjun membiayai klub. Spanyol terjebak utang. Laju ekonomi Inggris yang dulu menempati urutan ke-5 dunia, namun sejak akhir 2011, negara ini terancam resesi. Jerman, raksasa ekonomi Eropa, juga tak lebih baik dari Spanyol dan Inggris. Tingkat keyakinan bisnis di Jerman anjlok hingga level terendah dalam 2,5 tahun terakhir, pada Oktober 2012. Laju pertumbuhan ekonomi Jerman melambat 0,3% pada kuartal kedua tahun ini! Capaian Jerman ini, kalah ketimbang Indonesia yang ekonominya mampu tumbuh konsisten di atas 4,5%. Ya, inilah potensi itu! Ketika sepak bola dalam tiga dekade lalu memasuki era industri, maka kekuatan ekonomi negara turut berpengaruh pada perkembangan klub sepak bola. Dengan kemampuan ekonomi Indonesia yang tumbuh cukup baik, ini bukan tidak mungkin Liga Sepak Bola di Indonesia mampu gemerlap, dengan bergabungnya para pemain bintang dunia. Memang, era industri sepak bola bermula dari Eropa, yang kemudian menyebar ke berbagai kawasan, termasuk Indonesia. Memasuki era 2000-an, industri sepak bola di Eropa adalah yang terdepan. Liga-liga top Eropa begitu gemerlap, gelimang uang, sampai gaya hidup pelakunya, mulai dari pemain, pelatih, hingga pasangan-nya menjadi daya tarik fans di penjuru bumi. Tapi, apakah trend itu berlanjut? Rupanya tidak. Sejak krisis keuangan global melanda Amerika Serikat dan Uni Eropa, empat tahun lalu. Betul, kemasan liga sepak bola di penjuru Eropa tetap gemerlap. Seolah industri sepak bolanya tak terpengaruh oleh krisis. Klub-klub besar di Eropa pun, masih kokoh. Hanya satu, dua, yang bangkrut. Tetapi, tetap saja, krisis ini berdampak pada keuangan klub. Tidak sedikit yang mengetatkan anggaran belanja. Malah, beberapa klub harus berganti pemilik. Sebut saja, klub liga Italia yang terus-terusan mengencangkan ikat pinggang. Mungkin sampai kini hanya Juventus yang masih mampu agresif di bursa transfer pemain. Inter Milan dan AC Milan, pesaing utama Juventus tak bisa lagi jor–joran belanja pemain. Kedua klub ini, justru menjual pemain bintangnya untuk menekan pengeluaran di sektor gaji, sekaligus memperoleh dana segar. Alhasil, Juventus berada di urutan terdepan sendirian untuk meraih scudetto. Milan terpuruk dan susah untuk menang. Di Spanyol, kondisi serupa juga terjadi. Hanya Real Madrid dan Barcelona yang kini konsisten bersaing menjadi juara. Klub lain, semodel Atletico Madrid, Atletic Bilbao, Valencia, Malaga, Villareal, hingga Getafe hanyalah berjuang untuk menjadi nomor urut tiga, empat, lima, dan seterusnya. Akibat pemasukan minim, klub-klub ini tak bisa membangun skuad yang tangguh. Di Inggris, mungkin menjadi liga Eropa yang menarik. Tapi, perlu dicatat, hanya klub-klub yang bermodal kuat saja yang hingga kini terus bersaing. Sebut saja, Manchester United, Manchester City, dan Chelsea. Tiga klub ini pun disebut-sebut menjadi kandidat utama peraih juara liga. Sedangkan yang lain, seperti Liverpool, Arsenal, Tottenham, terjelembab pada minimnya dana untuk membeli pemain berkelas. Kondisi di Italia, Spanyol, dan Inggris ini, tentunya membuat liga mereka secara keseluruhan tidak memiliki nilai jual. Liga akan menarik ketika tim-tim tertentu saja yang bermain. Rating dan share televisi tinggi, hanya saat klub-klub tertentu saja yang bermain. Ekonomi Eropa yang terpuruk, diiringi gairah industri sepak bola yang tak merata, tentunya menguntungkan bagi kawasan lain. Asia dan Amerika adalah yang menikmati keuntungan ini. Negara seperti yang tergabung dalam BRIC, Brazil, Rusia, India, dan Cina yang perekonomiannya membaik rupanya mengambil banyak manfaat dari situasi ini. Lihat saja bagaimana Didier Drogba dan Nicolas Anelka bermain di Cina. Hulk lebih memilih terbang ke Moskow dibanding harus ke liga di daratan Eropa. Diego Forlan memutuskan untuk pulang kampung ke Brazil daripada mesti tetap stay di kota Milan. Fabio Cannavaro bersama Robert Pires, Guti Hernandez, dan lainnya menerima tawaran memeriahkan India Premier League. Del Piero terbang ke Australia, dan banyak pemain bintang kawakan memilih tampil di MLS. Hijarahnya pemain-pemain ini, tentu sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan klub. Di saat mereka sudah sulit bersaing untuk menembus klub-klub mapan, mereka juga tak mau digaji rendah oleh klub-klub medioker. Bagaimana dengan Indonesia? Sama dengan Cina, India, atau Qatar, Indonesia yang tetap mencetak pertumbuhan ekonomi positif, saat negara lain di dunia mengalami defisit, jelas menunjukkan bahwa kemampuan ekonomi negeri ini bisa membiayai liga dan klub dengan dana besar. Secara nasional ekonomi di negara ini masih bisa tumbuh 4,5% saat Uni Eropa mencatat pertumbuhan negatif. Untuk tahun ini, Indonesia bahkan bisa tumbuh lebih dari 6,5% ketika Jerman yang memiliki ekonomi terbaik di Eropa, hanya bisa tumbuh 0,5 persen. Wajar saja jika kemudian Indonesia berpeluang menjadi salah satu tujuan baru bagi oportunis pencari uang, termasuk pesepakbola profesional. Apalagi iklim kompetisi di Indonesia, tak kalah di Banding Eropa, dengan dukungan fanatisme suporter. Nah, kini tinggal pelakunya, apakah bisa memanfaatkan potensi ini? Mampukah liga di Indonesia bisa menjadi macan Asia sekaligus wakil Asia yang bagus di sepak bola global? Kita ada potensi, bila sama-sama mau berpikir memajukan sepak bola nasional. Bukan mementingkan kelompok, memecah belah pendukung, dan membuat tandingan sana-sini. Saya yakin, Indonesia bisa! Mata dunia, kiblat sepak bola kita! #save sepak bola nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun