Nomor 34. Â Turyana
Suasana dipendopo kantor desaku masih agak sepi kulihat,para gadis-gadis ataupun ibu-ibu masih belum banyak yang datang. Panitia sedang sibuk mempersiapkan segalanya untuk acara itu,ada yang sedang menata kursi,ada juga yang sedang mempersiapkan minuman dan sebagainya. Aku terus masuk kedalam salah satu ruangan kerja dikantor desa itu. Kubuka jendela kamar itu,angin malam mulai masuk kedalam kamar itu dengan sepoinya.
*****
" Ema,jika niatmu sudah bulat ibu takan menghalingimu. Ibu cuma pesan,jagalah tingkah lakumu jika sudah sampai disana. Sebab orang lain akan menghargai dan menyayangi kita,bukan karena harta benda ataupun buruk rupa. Tapi karena tingkah lakunya kita sendiri. Jagalah kehormatanmu,karena kehormatan itulah harta yang terbesar kita seorang perempuan. Ibu tidak mau dirimu terlena dengan kesenangan,disebabkan penderitaan "
Itulah kata-kata ibu yang selalu menemaniku,disaat aku bekerja sebagai TKW dulu. Merantau dinegri orang yang belum pernah aku kenal,dengan semangat ingin merubah hidupku,hanya nasehat orang tua dan teman sebagai pengobat rindu kampung halaman.
*****
" bu, ibu "
" iya pak "
" ayo keluar,semuanya sudah siap. kini giliran ibu untuk menyampaikan sesuatu kepada mereka "
Digenggamnya tanganku penuh dengan kasih sayang,dituntunya aku menuju ketempat orang untuk berpidato.
" ibu pasti bisa,bapak percaya sama ibu "