Badan saya gemetar. Sebanyak 20 buah durian dipikulan seperti mencengkram sendi. Berayun menstabilkan badan tak membuat bebannya berkurang, malah makin mencekik rusuk. Saya harus bertahan. Malu rasanya  bila menyerah beban seberat ini biasa di bawa Kalman dan Nardi bocah Baduy berumur 14 dan 12 tahun. Baru 5 langkah, tulang punggung menjerit kesakitan.Â
Ampun, saya hempaskan durian ke tanah karena tak sanggup saya membawa 20 durian.  Padahal Kalman dan Nardi, 2 bocah kurus  ini setiap hari mengakut durian ini kampung terluar Baduy, Kadu Ketug sejauh 10 Kilometer. Duh 5 langkah saja saya sudah sekarat. Apalagi kesana...
Momen seperti ini sudah lama saya tunggu. Tengah malam berbekal kamera saya bersama kang Iwan Subakti, Zoel Suparta dan Yardi Limas sudah Sampe di Baduy. Paginya, kami sudah  siaga mengabadikan momen setahun sekali ini. Jam setengah enam, momen yang ditunggu akhirnya datang. Tua, muda seperti sepur berarak muncul dari tingkungan desa. Gerimis tak diidahkan, bebannya seperti tak dirasa padahal bila diitung lebih 40 kg mereka pikul sejauh lebih dari 10 km.  Belum lagi tanjakan yang pasti menguras tenaga. Rasanya nyesek kalau tahu berapa mereka diupah.  Sejauh itu, seberat itu dibayar hanya 1.000 rupiah per buah. Sungguh hidup di Baduy tak seindah di foto...
Hiruk pikuk bongkar muat durian sudah menghabiskan cukup banyak memori kamera saya. Kerling Kampung Kadu Ketug sebenarnya masih bagian kecil dari pesona Baduy. Itu baru gerbang, bila kita menyusuri jalan setapak hingga kampung Ciboleger, hampir setiap sudut sangat instagrammable dan susah untuk tidak melepas rana mengabadikan keindahan ngarai dan pokok durian bertengger asri menaungi Kampung Adat Baduy.
Jalan Baduy masih seperti 3 tahun yang lalu ketika pertama saya kali datang. Jalannya setapak dengan tanjakan cukup menguras nafas. Air jernih yang mengalir di talang bambu cukup melegakan nafas, bekal untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa anak Baduy yang mengangkut durian terlihat kelelahan dan beristirahat di gubuk pinggir jalan.
"Di sini pohonnya tinggi-tinggi" kata Mul sambil menunjuk pohon setinggi 12 meteran. "Ini baru pertama berbuah, padahal usianya diatas 10 tahun. Di sini mungkin dulu menanam durian tidak memikirkan kualitas. Sekarang dah besar kualitas tidak terlalu bagus dan tidak pakai pupuk. Sama semua tak ada nama, hampir satu jenis. Â Yang kuning ada, tapi jarang" tambahnya.
Sayangnya setiap menurunkan durian yang sudah matang, mereka juga memetik durian yang dianggap sudah tua. Saya sebenarnya agak resah dengan cara ini, bagaimanapun memetik durian sangat riskan dan pasti menurunkan kualitasnya. Â Apalagi tanpa bekal kalkulasi umur buah yang cukup, sangat besar kemungkinan durian yang di petik masih muda.
Durian Baduy rata-rata berat sekitar 8 ons hingga 2,2 kg. Soal rasa, Â durian Baduy yang baik matang sempurna punya kualitas yang lumayan baik. Meski daging buah putih, rasanya legit berasa ketan. Sedangkan yang lain 2 buah saya makan rasanya hambar sedikit manis jambu.
"Sayang yah" kata Iwan Subakti durian traveler yang sudah puluhan tahun mengamati durian di daerah Provinsi Banten.
Semoga dengan bimbingan dari pemerhati durian tentang pemupukan, seleksi durian dan penambahan jenis durian yang nilai ekonomi tinggi, Â saya yakin 1 atau 5 tahun kedepan Baduy berkibar menjadi sentra durian yang diperhitungkan di Nusantara. Dan yang dipikul oleh Kalman dan Nardi bukan lagi durian seharga 15.000 tapi durian istimewa durian dari tanah Baduy dengan harga 500.000. Amiin.Â
Baduy, Â Januari 2018
Sigit Purwanto
Durian Traveler
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H