Mohon tunggu...
Azis Turindra Prasetyo
Azis Turindra Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Fasilitator dan Staff HRD SAsi

Seorang yang gemar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jangan Buang Sampah Sembarangan!!!!

4 Oktober 2011   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22 3410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jangan Buang Sampah Sembarangan !!!! atau Buanglah sampah pada temapatnya. Tulisan ini sering kita jumpai disekitar kita utamanya ditempat umum seperti pasar, kantor, sekolah gedung pemerintahan, mall dan lain sebagaimya. Hanya saja sadar atau tidak sadar kita sering melalaikan bagaimana cara membuang sampah, artinya kita sering membuang sampah sembarangan dan bukan pada tempatnya. Sampah berdasarkan defininsi kamus besar bahasa Indonesia Online di definisikan sebagai barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagainya; kotoran seperti daun, kertas, plastik dan lain-lain. Tidak semua sampah itu merupakan hal yang tidak terpakai namun dapat diolah atau didaur ulang, saya pernah mengunjungi desa Cyber di Tamansari Ngajogjakarta Hadiningrat, kebetulan saya mampir disalah satu rumah dan disana dipajang baang-barang yang dibuat dari plastik sampah deterjen, hasilnya tidak kalah cantik dengan produk sejenis. Ibu-ibu yang tergabung dalam PKK desa Cyber memanfaatkan sampah dengan mengolahnya menjadi barang yang bermanfaat sebagai contoh tas sekolah, tas ke pasar, sandal, pot-pot tanaman, bahkan mantel hujan, payumg pun dibuat dari bahan plastik bekas deterjen, alhasil mereka pernah memenangkan lomba yang diselenggarakan salah satu perusahaan unuk kategori green consep. Tidak hanya itu mereka memasarkan barang-barangnya untuk melalui internet yang telah terkoneksi dirumah masing-masing, sebelumnya mereka memang awam dengan komputer dan internet namun ketika mereka tahu akan manfaat internet, ibu-ibu yang rata-rata usianya sudah senja ini mau memanfaatkanya untuk memasarkan produk-produk daur ulang yang mereka hasilkan. Lain Ladang Lain Belalang, Lain Lubuk Lain Ikanya Lain lagi cara yang menjaga kebersihan yang diterapkan oleh Desa Sukawening, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, mereka memasang poster yang maaf terkesan kurang sopan, namun efektif membuat sadar warga desa. tulisanya sebagai berikut “Anda memasuki kawasan bebas tai” Bachim, yang menjabat Kepala Desa Sukawening menyatakan maksud tulisan yang terpapang di poster bukanlah untuk membuat malu tamu. "Tulisan itu ditujukan kepada warga Desa Sukawening, bukan ditujukan kepada tamu" ujarnya. Lebih lanjut Bachim menceritakan pada kurun waktu  2004-2005, kehidupan di desa ini sangat menyedihkan. Warga desa buang air besar sembarang. Penyakit berbasis lingkungan pun merajalela di desa yang masuk dalam kategori IDT (Inpres Desa Tertinggal) . Mulai dari saat itu warga berusaha keluar dan mencoba untuk memperbaiki diri dan lingkungan. “Kami ingin segera keluar dari keterpurukan ini,” kenang sang Kades. Kemudian sejumlah tokoh masyarakat, kalangan pendidik, dan dibantu oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, mulai melakukan sejumlah gebrakan. Mereka mulai mengajari warga untuk membangun WC di rumah masing-masing. Perlahan tetapi pasti, mulailah para warga mengurangi kebiasaan membuang air besar di kebun atau di saluran air. Mereka mulai membangun sanitasi di rumahnya, dan mulai menyadari arti pentingnya air bersih. Ekki Ruswandiyah selaku Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Kabupaten Sumedang, menceritakan kenapa para warga bisa mengurangi kebiasaanya membuang aur besar di kebun. “Saat kita berkunjung ke setiap RT, ternyata ada ketua RT yang belum memilki WC sendiri di rumahnya. Lantaran malu, ketua RT itu lalu di depan warganya mencanangkan untuk membangun WC sendiri di rumahnya,” ujarnya. Pada 2008, pemerintah mencanangkan strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), untuk memobilisasi dan memberdayakan masyarakat agar memilih hidup sehat. STBM ini mencakup lima pilar, bebas dari buang air sembarangan, perilaku mencuci tangan dengan sabun untuk memutus mata rantai penularan penyakit terkait sanitasi lingkungan, pengelolaan air dan makanan dalam rumah tangga, pengelolaan limbah rumah tangga dan drainase, serta manajemen pengelolaan sampah rumah tangga. Dalam pelaksanaan strategi ini ini, ternyata terkait dengan sejumlah program penerintah yang memiliki kesamaan tujuan, seperti Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, juga dengan Bappeda dan Dinas Kesehatan setempat, serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Akhirnya, terbentuklah Pokja AMPL (Air Minum Penyehatan Lingkungan), yang di Kabupaten Sumedang terbentuk pada 30 Mei 2009. Meski memiliki keterbatasan biaya untuk mendukung program, Pokja AMPL mulai mengajak warga untuk melaksanakan lima pilar STBM. Program Mulai dari Usia Dini Program pilar kedua, yakni cuci tangan pakai sabun (CTPS), kesadaran warga juga mulai dibangun. Tak hanya menyasar orang dewasa saja, namun juga untuk kelompok usia sekolah. Mengambil contoh  SD Cileuweung, Desa Sukawening, Kecamatan Ganeas, misalnya, setiap kelas kini memiliki wastafel keramik yang diletakkan di depan kelas. Pengadaan wastafel keramik ini merupakan bantuan dari Pamsimas. Setiap siswa dan guru yang akan keluar kelas pada saat jam istirahat, wajib mencuci tangan. Begitu pula ketika mereka kembali masuk ke dalam kelas. Tujuannya jelas  murid yang hendak memakan makanan jajanan, tangannya sudah bersih. Sedangkan murid yang kembali dari kelas setelah bermain, juga tangannya telah bersih. Tidak hanya disekolah  tempat mencuci tangan ini pun terlihat di depan rumah warga. Ada yang membuatnya secara khusus dari ember, ada pula yang terbuat dari bambu. Pengadaan Air Minum  warga, Pamsimas langsung mendisribusikannya kepada warga dari sebuah mata air dengan menggunakan pipa pralon. Pembangunan jaringan pipa air di Desa Sukawening, 75% biayanya mendapat bantuan dari pemerintah, seperti dari program Pamsimas dan PNPM Mandiri. Sedangkan sisanya ditanggung oleh masyarakat dengan cara patungan. Warga kemudian berlangganan air bersih tersebut untuk diminum. Sebelum air diminum, warga setempat memasukkannya ke dalam wadah air yang di dalamnya terdapat filter terbuat dari tanah. Setelah air tersaring melalui filter keramik itu, air pun dapat langsung diminum tanpa perlu dimasak terlebih dahulu. Wadah air yang terdiri dari dua tipe ini dijual secara kredit melalui koperasi desa, masing-masing seharga Rp225.000 dan Rp300.000 untuk masa cicilan selama enam bulan. Sementara keperluan air untuk mencuci pakaian dan mencuci beras, warga membangun sab air, yang terdiri dari empat keran, sehingga bisa digunakan beramai-ramai. Pernah dilirik Amerika Ciri khas yang sangat menonjol di setiap rumah di Desa Sukawening adalah tersedianya ancog, atau tempah sampah yang terbuat dari anyaman bambu. Tempat sampah ini untuk menampung sampah kering atau nonorganik, dan sebuah tempat sampah plastik tertutup untuk menampung sampah organik. Sampah kering ini, oleh kaum ibu di desa tersebut, diolah menjadi aneka barang keperluan rumah tangga, seperti nampan, tempat tisu, tatakan gelas, dompet , tas, dll. Hasil kerajinan tersebut kemudian dijual melalui Koperasi Kader Wanita di Desa Sukawening. “Pernah kami memamerkanya di Arena Pekan Raya Jakarta, lalu mendapat pesanan dari sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Namun kami tidak bisa menyanggupi pesanan ini, karena terlalu besar, yakni satu kontainer setiap pekan,” jelas Bachim. Membuat kerajinan dari sampah organik itu, bagi kaum Hawa di desa tersebut, bukanlah sebagai pekerjaan utama. Namun hanya dilakukan saat senggang, atau saat sedang berkumpul bersama. Tentu saja mereka tak bisa menyanggupi permintaan dari Amerika Serikat itu. “Hasil kerajinan ini pernah saya jual di salah satu factory outlet di Bandung. Hasilnya lumayan. Namun sayang FO itu kini sudah tutup,” kata Ekki, sekretaris Pokja AMPL Sumedang, yang di tempat tinggalnya di kawasan Tanjung Sari memiliki bank sampah. Sementara untuk pengolahan sampah organik, beberapa desa di Sumedang telah memiliki mesin pengolahan sendiri yang mengubah sampah tersebut menjadi biogas dan pupuk organik. Kunci keberhasilan pelaksanaan STBM di Kabupaten Sumedang adalah persuasi tanpa henti yang juga melibatkan masyarakat. Seperti Forum Ngadu Bako, wadah kumpul-kumpul warga masyarakat untuk membicarakan kesehatan lingkungan. Persuasi juga dilakukan melalui kesenian daerah, seperti longser (mirip Lenong di kebudayaan Betawi). Di Desa Cibungur, Kabupaten Sumedang,terbentuk grup longser keliling yang dipimpin dan disutradarai oleh Kepala Desa Cibungur Ajam Surjadi. Sumber : [caption id="attachment_134900" align="alignnone" width="600" caption="Tulisan Peringatan (Radar Sumedang)"][/caption] Foto Radar Sumedang Inilah.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun