Mohon tunggu...
Azis Turindra Prasetyo
Azis Turindra Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Fasilitator dan Staff HRD SAsi

Seorang yang gemar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setahun Gempa Lombok

29 Juli 2019   17:58 Diperbarui: 29 Juli 2019   18:03 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Genap Setahun lalu saya menjadi bagaian dari tim #GuruRelawan yang dikirim ke lombok. Sebagai kilas balik kala itu tercatat setidaknya ada enam kejadian gempa bumi yang memiliki magnitudo lebih dari 5,5. Gempa bumi magnitudo 6,4 yang terjadi pada 29 Juli 2018 merupakan awal dari rangkaian Gempa Lombok 2018.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), secara keseluruhan kerusakan yang diakibatkan oleh rangkaian Gempa Lombok 2018 adalah 71.962 unit rumah rusak, 671 fasilitas pendidikan rusak, 52 unit fasilitas kesehatan, 128 unit fasilitas peribadatan dan sarana infrastruktur.

Sedangkan data korban adalah 460 orang meninggal dunia, 7.733 korban luka-luka, 417.529 orang mengungsi. Perkiraan kerugian sementara yang dilakukan oleh BNPB akibat Gempa Lombok mencapai triliunan. Angka ini belum termasuk kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kunjungan wisatawan lokal dan manca negara. (sumber: Kompas.com)

dokpri
dokpri
Masih ingat bagaimana saya menjadi guru relawan di sana, melalui salam aid sebuah lembaga kemanusiaan yang konsen kepada dunia pendidikan bagi anak anak yang terkena dampak bencana, saya berangkat pada tanggal 6 Agustus 2018, saat itu membawa bantuan korban bencana sebanyak 3 ton yang berhasil kami kumpulkan. Bantuan tersebut kami salurkan di daerah sembalun dan sekitarnya. 

Menjadi relawan pendidikan ditengah tengah bencana sangatlah sulit, karena anak anak yang terkena dampak bencana masih dalam kondisi trauma, selama saya disana getaran kecil gempa setiap hari terasa. tentunya hal ini membawa ke khawatiran bagi anak anak. Akhirnya kegiatan pembelajaran tidak ada, karena sekolah rusak, lalu para orangtua dan guru pun menyelelamatkan diri sendiri. 

Sebagai relawan pendidikan ini adalah tantangan besar, karena kami juga berbagi tugas mejadi relawan kemanusian dengan mengirimkan bantuan bantuan seperti pangan dan lainnya, walaupun fokus utama kami adalah trauma healing anak anak peyintas. Untuk mengajak mereka (anak-anak) untuk bergabung bermain dengan kami masih susah, akhirnya kami berhasil meyakinkan mereka bahwa semua ini aman. 

Pada saat itu rasa taut pada diri saya pun ada, namun lagi lagi saya tidak boleh menyerah dan harus bisa menghibur mereka, bangkit agar mereka kuat dan tidak mudah menyerah. hal yang palimg saya kagum dari mereka para penyintas khususnya anak anak mereka memeliki semangat untuk bergerak dan harapan yang sangat  membara. 

dokpri
dokpri
Saat ini alhamdulillah setahun berlalu, kami di sana mampu membangun persaudaraan yang erat, melalui tangan para donatur, tenaga para relawan dan gencarnya tim dari salam aid, kami mampu membangun beberapa sarana prasarana pendukung pendidikan, seperti rumah ibadah (musholla) Sekolah (Sekolah Alam Rinjani) dan juga perbaikan perbaikan rumah. 

Saya tidak pandai bercerita namun saya mengucapkan terima kasih untuk pengalaman menemani para penyintas di Lombok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun