Banyak kalangan menilai sikap serta pernyataan  Amien Rais sebagai tokoh reformasi akhir-akhir ini cenderung nyeleneh, berat sebelah, serta penuh dengan prasangka, bahkan banyak yang menilai pamornya sebagai tokoh reformis pro demokrasi telah pudar. Hal ini sejalan dengan pernyataan-pernyataan kontroversialnya yang menyudutkan Jokowi-Ahok selama masa kampanye, hingga yang terakhir, dia menyatakan bahwa kemenangan Jokowi-Ahok adalah ancaman bagi demokrasi. Sebuah hal yang dapat dilihat merupakan sebuah pernyataan  "epic fail", dari seorang  figur tokoh reformasi Indonesia, karena kemenangan Jokowi-Ahok secara logis dapat dikatakan sebagai kemenangan suara rakyat atas kekuasaan politik elit. Pertanyaannya adalah, apakah sebabnya?  Seharusnya tak mungkin seseorang dengan wawasan dan pendidikan setingkat Amien Rais dapat mengeluarkan pernyataan seperti itu. Inilah beberapa kemungkinan yang dapat ditelaah:
- Amien Rais mengalami kemunduran kemampuan analogi yang disebabkan oleh faktor usia
- Kedengkian politik yang disebabkan begitu fenomenalnya Jokowi dibandingkan dirinya yang telah gagal 2 kali nyalon capres, dimana adiknya juga telah dikalahkan Jokowi dalam perebutan posisi walikota Solo
- Kemarahan sebagai akibat dari kegagalan partainya untuk memenangkan Foke-Nara
- Kedekatan emosionalnya dengan Foke didukung oleh kesamaan level pendidikan (sama-sama S3) dibanding Jokowi yang "cuma"  S1. Saya tidak menyebut diskriminasi, namun seringkali level pendidikan akademis  dianggap  menentukan derajat kemampuan seseorang di Indonesia.
- Ketakutan akan kemungkinan melemahnya kekuatan partai atas "grass root" termasuk partainya membuat Amien Rais berusaha mengeluarkan pernyataan yang kontroversial untuk menarik kembali konstituennya.
- Amien Rais sudah tak memiliki jabatan apapun kecuali di partainya. PAN adalah satu-satunya "kekuasaannya" saat ini, dan dia tidak mau hal itu meredup. Fenomena Jokowi membuatnya ketakutan atas kemungkinan melemahnya kendali partai terhadap konstituen. Tanpa kemampuan kendali, partai akan kehilangan "jualan" serta kekuasaan atas suara konstituennya. Gejala awal dari "post power syndrome" bagi Amien Rais.
- Bagian dari strategi "untung-untungan" Amien Rais dalam membidik pilpres 2014. Dia berharap Jokowi gagal dalam kepemimpinannya, dengan demikian pernyataan dia yang kontroversial itu akan menerima pembenaran dari rakyat, dan dia akan dianggap sebagai visioner yang jenius kembali.
Demikian analisa saya berdasarkan pengetahuan saya yang terbatas. Silahkan pembaca menilai dan menelaah kembali kemungkinan-kemungkinan tersebut, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H