Mohon tunggu...
Cahyo Nugroho
Cahyo Nugroho Mohon Tunggu... -

Seorang penulis iseng yang meluangkan waktu untuk menulis karena susah tidur

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Industri Musik dan Iklim File Sharing di Indonesia

10 Januari 2015   20:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:25 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420879890991453183

[caption id="attachment_389863" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi (Foto: Kompas Tekno)"][/caption]

Industri musik saat ini memang sedang sangat menurun. Banyak pihak, terutama dari perusahaan rekaman dan label  mengeluhkan maraknya penggunaan teknologi file sharing seperti situs download gratis yang banyak bertebaran, youtube, sampai dengan torrent, dimana dengan keberadaan mereka semua orang dapat mendownload musik apapun yang mereka mau dengan gratis.

Bila dilihat akar masalahnya, torrent dan file sharing disebabkan oleh karena aspirasi masyarakat yang lebih memilih untuk bekerjasama saling berbagi konten  daripada membeli konten tersebut. Mengapa hal itu terjadi? Mungkin ini alasannya:


  1. Musik, seperti halnya film dan software bukanlah barang fisik seperti laptop dan kamera misalnya. Misal Seseorang membeli sebuah laptop, maka dia mendapat sebuah barang fisik, sedangkan orang membeli musik, maka sebenarnya dia membeli sekumpulan data audio, dimana data tersebut tidak bersifat fisik, dan dapat dicopy ke mana saja dengan mudah.
  2. Keberadaan label dan recording company membuat harga album lebih tinggi, karena mereka juga mengambil sebagian (sebagian besar dalam banyak kasus) dari royalti penjualan album musik tersebut. Mereka selama ini mengeruk banyak keuntungan dari situ, selain dari perform live dari sang artis.


Bila dilihat dari nomor 1, maka sudah jelas bahwa strategi penjualan musik tidak bisa disamakan seperti penjualan barang fisik. Dahulu memang bisa, sebelum teknologi berkembang seperti saat ini, dimana pengkopian album jauh lebih sulit di jaman piringan hitam dan kaset. Namun saat ini musik sudah bukan sekumpulan nada saja, namun juga sudah menjadi sekumpulan data yang dapat dikopi siapapun dengan mudah.

Dilihat dari nomor 2, maka label dan recording company menjadi alasan utama tingginya harga jual album musik. Memang mereka berperan dalam mengorbitkan, mempromosikan artis dan menyebarkan albumnya, namun teknologi dan internet sebenarnya sudah menyediakan banyak tempat bagi sang artis untuk mempromosikan dan menyebarkan album dengan lebih mudah  tanpa harus melibatkan pihak label/recording.

Teknologi terus berkembang, dan siapapun tak akan dapat menghentikan perkembangannya. Melawan aspirasi masyarakat adalah sebuah kebodohan. Jadi satu-satunya strategi adalah untuk menggunakan perkembangan teknologi itu dan menggandeng aspirasi masyarakat sambil tetap dapat menghasilkan pendapatan dari bidang itu. Namun bagaimana caranya?

Teknologi sebenarnya ibarat pedang bermata dua, dia dapat menghancurkan, namun dia juga dapat mengembangkan, tergantung darimana sisi kita memandang, dari satu sisi, teknologi dapat mempermudah seseorang untuk membajak sebuah karya musik, namun di sisi lain teknologi juga dapat mempermudah artis untuk mempromosikan karyanya dan menyebarkan karya tersebut dengan mudah.

Sebenarnya artis dapat mempromosikan albumnya melalui media sosial seperti facebook dan twitter, menaruh video promosi di youtube, menaruh potongan lagu di soundcloud, dan menghubungkan semua itu ke dalam website pribadinya yang terhubung ke itunes dan link download berbayar, dimana peminat dapat mendownload album aslinya dengan membayar Rp. 5000 per album misalnya. Murah? Ya, Dan si artis rugi? Tidak. Karena dia mendapat seluruh bagian dari penjualannya, tanpa harus berbagi dengan label, dan dia tidak memerlukan banyak modal untuk mempromosikan dan menyebarkan albumnya, bahkan dia dapat melakukannya dengan gratis. Belum lagi dia dapat menggandeng perusahaan merchandise atau bahkan mengembangkan usaha merchandise sendiri yang kemudian digabungkan dengan website dan socmed nya. Si artis juga dapat menghasilkan pendapatan apabila bekerjasama dengan advertiser/pengiklan untuk menaruh iklan di website artis tersebut, atau bekerjasama dengan google adsense misalnya. Bahkan artis dapat menghasilkan pendapatan video yang mereka taruh di youtube apabila mereka memonetize kan video mereka, dimana kemudian kemudian mereka akan berbagi pendapatan dari iklan yang dilihat di video mereka dengan youtube. masih banyak cara lain yang tidak bisa disebutkan di sini.

Satu-satunya pihak yang dirugikan dari perkembangan teknologi ini sebenarnya pihak label, dimana mereka menghasilkan keuntungan dengan "memaksa" masyarakat untuk membeli album dengan harga tinggi dengan menggunakan senjata berupa hak royalti yang sebenarnya itu adalah milik dari sang artis. Artis memerlukan mereka untuk mempromosikan dan menyebarkan album, namun dengan teknologi dan iklim yang ada sekarang, sebenarnya artis tidak terlalu memerlukan label lagi untuk mempromosikan dan menyebarkan album. Dia hanya memerlukan strategi yang tepat untuk menggunakan teknologi yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun