Menjadi seorang ayah adalah perjalanan emosional yang tidak kalah kompleks dibanding menjadi ibu. Di satu sisi, ada kebahagiaan luar biasa melihat bayi mungil yang baru lahir.Â
Namun, di sisi lain, ada tekanan, kecemasan, dan bahkan kesedihan yang tidak selalu diakui oleh masyarakat. Dua istilah yang sering muncul dalam diskusi tentang perubahan emosional pada ayah baru adalah daddy blues dan fatherhood blues.Â
Sekilas, keduanya terdengar mirip, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup mendalam, baik dari segi penyebab, dampak, hingga bagaimana cara menghadapinya.
Daddy blues umumnya menggambarkan kondisi emosional yang cenderung ringan dan sementara.Â
Ayah baru mungkin merasa kewalahan, kelelahan, atau bahkan kehilangan jati diri karena perubahan besar dalam hidup mereka. Biasanya, ini terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran anak.Â
Penyebab utamanya sering kali adalah kurang tidur, tanggung jawab baru yang mendadak, serta perubahan dinamika dalam hubungan dengan pasangan.Â
Misalnya, seorang ayah yang terbiasa memiliki waktu luang untuk hobi atau bersantai setelah pulang kerja kini harus berjaga di malam hari karena bayinya terus menangis.Â
Perubahan ini bisa membuatnya merasa frustrasi dan stres, tetapi perasaan ini biasanya tidak berlangsung lama.
Sebaliknya, fatherhood blues lebih dari sekadar rasa lelah atau kewalahan sesaat. Istilah ini sering kali merujuk pada kondisi emosional yang lebih dalam dan berkepanjangan, bahkan bisa menjadi bentuk awal dari paternal postnatal depression (PPND).Â
Seorang ayah yang mengalami fatherhood blues mungkin merasakan kecemasan yang lebih intens, kehilangan gairah hidup, dan bahkan mulai mempertanyakan perannya sebagai ayah.Â
Perasaan ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti tekanan ekonomi, kurangnya dukungan sosial, atau bahkan ketidaksiapan emosional dalam menghadapi perubahan besar dalam hidupnya.