Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku

Pembelajar yang senantiasa suka akan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Sharenting dan Penyakit Ain Sebuah Kelogisan Spiritual

30 Januari 2025   01:01 Diperbarui: 29 Januari 2025   23:10 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Sharenting adalah istilah yang merujuk pada tindakan orang tua yang membagikan foto, video, atau informasi pribadi tentang anak-anak mereka di media sosial. Fenomena ini menjadi semakin umum seiring dengan perkembangan media sosial yang memungkinkan orang untuk berbagi hampir segala hal dalam kehidupan mereka, termasuk kehidupan keluarga. Meskipun berbagi momen bahagia dan perkembangan anak bisa tampak sebagai hal yang positif, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah kaitannya dengan penyakit ain, atau penyakit yang berasal dari pandangan mata yang penuh iri dan dengki.

Dalam budaya Islam, penyakit ain dianggap sebagai dampak negatif dari pandangan seseorang yang dipenuhi oleh rasa iri atau dengki terhadap orang lain. Secara umum, penyakit ini dipercaya dapat menyebabkan kerugian atau musibah bagi orang yang menjadi objek pandangan tersebut. Dalam konteks sharenting, anak-anak sering kali menjadi pusat perhatian di media sosial, dan orang tua yang terlalu sering membagikan foto atau video anak mereka tanpa menyadari dampak negatifnya dapat meningkatkan risiko terpapar pandangan negatif dari orang lain.

Secara psikologis, fenomena sharenting dapat memberikan dampak jangka panjang bagi anak-anak. Sebuah studi yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2015 menemukan bahwa lebih dari 90% orang tua di Amerika Serikat mengunggah foto atau video anak mereka di media sosial. Meskipun hal ini mungkin terlihat seperti cara orang tua menunjukkan kebanggaan atau kasih sayang, beberapa pakar berpendapat bahwa hal ini bisa menimbulkan risiko privasi yang serius. Anak-anak yang tumbuh dengan gambar-gambar mereka yang tersebar di internet tidak memiliki kontrol atas informasi yang dibagikan tentang mereka. Dengan semakin banyaknya informasi pribadi yang terungkap, maka semakin besar kemungkinan anak-anak menjadi korban dari penyalahgunaan data pribadi, penipuan, atau bahkan penculikan.

Lebih jauh lagi, meskipun ada peraturan terkait privasi online di beberapa negara, seperti Undang-Undang Perlindungan Privasi Anak di Amerika Serikat (COPPA), hukum ini seringkali tidak cukup untuk melindungi data pribadi anak-anak yang diunggah di media sosial. Hal ini semakin diperburuk dengan adanya algoritma media sosial yang dapat mengekspos informasi lebih luas, bahkan kepada pihak yang tidak dikenal sekalipun.

Namun, hubungan antara sharenting dan penyakit ain mungkin terasa lebih terkait dalam konteks spiritual dan budaya. Dalam tradisi Islam, disebutkan bahwa pandangan yang penuh iri dan dengki dapat membawa dampak buruk bagi seseorang, dan ini dipercaya dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik atau mental. Mengingat anak-anak adalah individu yang lebih rentan, mereka mungkin lebih terpengaruh oleh energi negatif yang datang dari pandangan orang lain, baik itu dalam bentuk komentar-komentar yang tidak menyenangkan atau bahkan iri hati terhadap kehidupan yang terlihat sempurna di media sosial.

Kita juga perlu menyadari bahwa tindakan sharenting dapat mengundang lebih banyak perhatian negatif dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun tidak semua orang yang melihat gambar anak di media sosial akan merasakan rasa iri atau dengki, ada kalanya foto atau video yang diunggah bisa mengundang kritik atau komentar negatif. Hal ini dapat memengaruhi rasa percaya diri anak-anak, bahkan meskipun mereka belum cukup tua untuk memahami sepenuhnya apa yang terjadi di dunia digital.

Beberapa studi juga menunjukkan bahwa kehidupan yang terlalu dipamerkan di media sosial bisa membuat orang tua merasa tertekan untuk selalu menunjukkan sisi terbaik dari kehidupan mereka. Ini sering kali menyebabkan mereka kurang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap anak-anak yang terlibat. Dalam hal ini, mengunggah terlalu banyak informasi pribadi tentang anak-anak bisa berisiko menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan trauma di kemudian hari, saat mereka tumbuh dewasa dan menyadari eksposur yang mereka alami di dunia maya.

Secara keseluruhan, meskipun sharenting mungkin dilakukan dengan niat baik, penting untuk lebih berhati-hati dalam membagikan informasi tentang anak-anak. Dengan meningkatkan kesadaran akan potensi dampak negatif dari sharenting dan penyakit ain, orang tua dapat lebih bijak dalam membatasi apa yang dibagikan kepada publik, serta mempertimbangkan hak privasi anak-anak mereka yang belum dapat memberi persetujuan. Sebagai langkah yang lebih bijaksana, orang tua sebaiknya memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka dengan menjaga informasi pribadi tetap aman dan tidak terlalu diekspos di media sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun