Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis di Kompasiana Bersama Secangkir Teh Jawa Ber-teko Tentara

29 Januari 2025   06:06 Diperbarui: 29 Januari 2025   05:53 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari selalu memiliki pesonanya sendiri. 

Dalam sunyi yang belum sepenuhnya pudar, secangkir teh Jawa tersaji di atas meja kayu sederhana, ditemani teko tentara klasik yang khas dengan desainnya yang begitu nostalgik.

Pemandangan ini mengantar saya pada ritual pagi yang tak hanya sekadar rutinitas, tetapi sebuah perayaan kecil atas kehidupan yang kadang berjalan terlalu cepat.

Secangkir teh Jawa bukan hanya minuman; ia adalah cerita. Cerita tentang kebun teh di lereng-lereng gunung Jawa yang menghasilkan daun teh berkualitas.

Cerita tentang proses pengolahan tradisional yang melibatkan tangan-tangan sabar dan hati penuh dedikasi. Ketika aroma teh ini mengepul di udara pagi yang sejuk, saya merasa tersambung dengan waktu dan tempat yang jauh dari hiruk-pikuk modernitas. 

Rasanya seperti kembali ke masa lalu, ketika kehidupan lebih sederhana, lebih lambat, namun penuh makna.

Di hadapan saya, teko tentara klasik berdiri teguh seperti seorang veteran perang yang menyimpan banyak kenangan. 

Warnanya yang kehijauan dengan bintik-bintik putih khas memberi sentuhan vintage yang sulit dilupakan. Ada sesuatu yang menenangkan dari caranya menjaga teh tetap hangat, seakan-akan ia berkata, “Nikmati setiap tegukan, jangan terburu-buru.” 

Sambil memegang cangkir, saya merenungi betapa seringnya kita lupa untuk memperlambat langkah, memberi diri sendiri waktu untuk sekadar menikmati momen sederhana seperti ini.

Udara pagi yang saya hirup adalah anugerah. Angin yang lembut menyapa kulit, embun yang masih bergelayut di dedaunan, dan suara burung-burung yang saling bersahutan, semuanya menyatu dalam simfoni alami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun