Dia berjalan menyusuri lorong waktu, Â
Di bawah mentari yang membakar tubuh lesu, Â
Tangannya cekatan memilah sampah bisu, Â
Melawan bau, keringat, dan rasa jemu. Â
Baju lusuh, sobek tak lagi ia hiraukan, Â
Teman setia hanyalah kerja tanpa balasan, Â
Bertemu kuman, ulat busuk, dan kotoran, Â
Namun tak gentar, tanggung jawab jadi pedoman. Â
Bukan karena tak ada pilihan hidup, Â
Melainkan panggilan jiwa yang tak terkutuk, Â
Jasa yang sunyi, tak tampak di mata, Â
Namun manfaatnya dirasa oleh semua. Â
Kadang malu mengiring langkah berat, Â
Dipandang sebelah mata, dianggap penat, Â
Namun ia tahu, pekerjaannya mulia, Â
Membersihkan dunia, menjaga jiwa. Â
Wahai pemungut sampah yang bersahaja, Â
Hidupmu adalah pengorbanan tiada dua, Â
Meski terabaikan, tak mendapat puja, Â
Tanganmu, hati tulusmu, sungguh berharga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI