Bayangkan jika kereta api menjadi pilihan transportasi yang begitu nyaman, hingga setiap perjalanan terasa seperti mini liburan. Itu mungkin kok, asal KAI mau sedikit lebih serius berbenah. Karena, jujur saja, meski kita sering kali cinta mati pada kereta api sebagai alat transportasi murah meriah, kenyamanan sering terasa seperti bonus, bukan hak. Jadi, mari kita ulas lagi beberapa hal yang bisa dilakukan agar kereta api jadi bintang utama transportasi publik.
Pertama-tama, mari bicara soal kebersihan. Tidak ada yang lebih mengecewakan daripada menemukan tempat duduk yang penuh remah biskuit dari penumpang sebelumnya atau, lebih parah lagi, WC yang lebih menyerupai lokasi syuting film horor. WC di kereta itu harusnya menjadi zona aman, bukan area berbahaya. Jangan sampai ada momen dramatis di mana seseorang terpaksa menahan diri sepanjang perjalanan hanya karena takut masuk ke WC. Idealnya, setiap kereta punya petugas kebersihan khusus yang tidak hanya membersihkan dengan cepat, tapi juga tahu cara menyemprotkan aroma segar ke seluruh gerbong. Kalau bisa, gerbong kereta itu berbau seperti kafe mahal, bukan seperti campuran kopi basi dan keringat penumpang.
Lalu, soal membeli tiket. Seharusnya ini bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan, bukan tantangan hidup. Di era digital ini, antrean panjang di loket sudah sangat out of fashion. Beli tiket online itu bukan hanya solusi praktis, tapi juga bukti bahwa teknologi bisa membuat hidup lebih mudah. Kalau bisa, aplikasi KAI juga menawarkan fitur yang membuat prosesnya lebih personal, misalnya pilihan tempat duduk berdasarkan zodiak atau suasana hati hari itu. Mau di dekat jendela untuk refleksi hidup? Bisa. Mau duduk dekat toilet untuk berjaga-jaga? Silakan.
Sekarang mari kita bahas soal kondisi di dalam kereta. Kita semua tahu, kereta penuh sesak itu wajar, bahkan di negara maju sekalipun. Tapi itu tidak berarti kita harus mengorbankan rasa nyaman. Misalnya, tolong pastikan bahwa tidak ada yang merokok sembarangan di dalam kereta. Asap rokok dan ruang tertutup adalah kombinasi yang lebih mematikan daripada plot twist sinetron. Dan soal bau badan? Mungkin perlu ada detektor khusus di stasiun, jadi kalau terdeteksi aroma terlalu menyengat, penumpang diarahkan ke ruang penyegaran lebih dulu. Bukannya diskriminatif, ini demi kenyamanan bersama. Sementara itu, pedagang asongan, meskipun menawarkan variasi jajanan yang kadang menggoda, mungkin lebih cocok ditempatkan di stasiun saja, bukan di dalam kereta.
KAI juga perlu memikirkan soal keamanan. Kalau ada penumpang yang mencurigakan atau situasi yang terasa tidak aman, harus ada cara mudah untuk melapor. Tidak semua orang punya keberanian untuk langsung menghadapi masalah, jadi aplikasi atau tombol darurat bisa menjadi solusi. Lebih bagus lagi kalau ada petugas patroli yang rutin berkeliling gerbong, sehingga penumpang merasa lebih terlindungi. Jangan sampai ada yang merasa naik kereta seperti main lotre: aman atau tidak, tergantung keberuntungan.
Oh, dan soal jadwal kereta. Jika KAI bisa membuat kereta beroperasi 24 jam, itu akan jadi langkah besar. Banyak orang yang harus bepergian dini hari, entah untuk urusan kerja, keluarga, atau sekadar ingin menghindari keramaian. Dengan jadwal fleksibel, kereta bisa menjadi pilihan utama kapan pun dibutuhkan. Tapi kalau kereta sudah 24 jam, tolong jangan lupa soal ketepatan waktu. Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada mendapati kereta terlambat, apalagi kalau penumpang sudah rela bangun subuh demi mengejar jadwal.
Akhirnya, semua ini kembali ke komitmen KAI untuk memberikan pengalaman terbaik bagi penumpangnya. Kebersihan, kenyamanan, keamanan, dan ketepatan waktu bukan lagi sekadar kebutuhan, tapi keharusan. Dengan sedikit usaha ekstra, kereta api bisa menjadi transportasi yang tidak hanya efisien, tapi juga membanggakan. Dan siapa tahu, suatu saat nanti, orang akan naik kereta bukan karena terpaksa, tapi karena benar-benar menikmatinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI