Naik angkot atau transportasi umum lainnya sejatinya bukan hanya sebuah pilihan praktis, melainkan juga sebuah cerminan mentalitas dan keteladanan. Bagi seorang pejabat, menggunakan transportasi umum adalah bentuk komitmen nyata terhadap isu-isu yang sering mereka suarakan, seperti cinta produk dalam negeri, pengurangan polusi, hingga efisiensi energi.Â
Tindakan ini lebih dari sekadar simbolis; ini adalah perwujudan tanggung jawab mereka sebagai pemimpin yang memberi contoh bagi masyarakat.
Sering kali kita mendengar pejabat menyerukan kepada rakyat untuk mencintai produk lokal atau mendukung upaya penghematan energi. Namun, ironisnya, hal ini tidak tercermin dalam gaya hidup mereka.Â
Mobil-mobil mewah yang mereka gunakan, lengkap dengan fasilitas berlebihan, justru memperlihatkan jurang yang lebar antara retorika dan kenyataan. Pejabat yang hanya bicara tanpa menunjukkan tindakan nyata seolah menempatkan dirinya di atas masyarakat yang seharusnya mereka layani. Bukankah kepemimpinan sejati adalah soal memberikan teladan?
Menggunakan transportasi umum bukanlah soal gengsi, tetapi soal kesadaran dan tanggung jawab. Dengan rutin naik angkot, bus, atau kereta dalam perjalanan sehari-hari, pejabat dapat merasakan langsung tantangan yang dihadapi rakyat. Mereka akan memahami bagaimana rasanya menunggu di halte, berdesakan di dalam kendaraan, atau menghadapi sistem transportasi yang belum sempurna. Pengalaman ini akan membuka mata mereka terhadap kebutuhan nyata masyarakat, sehingga kebijakan yang diambil lebih relevan dan berpihak pada publik.
Tentu, kita memahami bahwa ada situasi tertentu, seperti pertemuan kenegaraan atau acara penting, di mana penggunaan mobil dinas menjadi wajar. Namun, di luar itu, rutinitas sehari-hari seorang pejabat semestinya mencerminkan keberpihakan mereka pada moda transportasi umum. Kebiasaan ini tidak hanya menunjukkan kesederhanaan, tetapi juga membawa banyak manfaat lain.Â
Dengan menggunakan transportasi umum, pejabat turut membantu mengurangi kemacetan, polusi, dan ketergantungan pada energi fosil. Selain itu, mereka menjadi bagian dari upaya penataan kota yang lebih baik, di mana transportasi umum menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat.
Pejabat yang memberi contoh dalam menggunakan transportasi umum juga menghilangkan stigma bahwa moda ini hanya untuk rakyat kecil. Mereka membuktikan bahwa transportasi umum adalah pilihan rasional dan strategis bagi siapa pun, tanpa memandang status sosial.Â
Ini adalah langkah penting untuk mendorong perubahan budaya dan mendorong masyarakat untuk lebih memilih transportasi massal dibanding kendaraan pribadi.
Pada akhirnya, semua ini adalah soal mental. Mentalitas pejabat yang sadar bahwa jabatan adalah amanah, bahwa mereka adalah pelayan masyarakat, bukan penguasa. Mentalitas yang menempatkan kepentingan publik di atas kenyamanan pribadi.Â
Pejabat yang memiliki mental seperti ini tidak akan ragu untuk naik angkot atau transportasi umum lainnya, karena mereka paham bahwa teladan lebih berbicara dibandingkan sekadar slogan.Â