Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Kepala Sekolah, CEO Litbang Indomatika, Tentor/Pembimbing Olimpiade Matematika, penulis, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Diet Mediterania vs Autophagy, Lebih Menang Mana Ditinjau dari Biaya

26 Januari 2025   20:20 Diperbarui: 26 Januari 2025   19:56 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jika ditinjau dari biaya, diet mediterania dan autophagy memiliki karakteristik yang berbeda, yang dapat memengaruhi anggaran seseorang tergantung pada cara penerapannya.

Diet Mediterania: Biaya yang Lebih Tinggi
Diet mediterania melibatkan konsumsi bahan makanan segar seperti ikan, minyak zaitun, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan. Beberapa bahan seperti minyak zaitun extra virgin, ikan segar (terutama salmon atau tuna), dan kacang-kacangan berkualitas tinggi seringkali memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan makanan biasa atau makanan olahan. 

Selain itu, pola makan ini mengutamakan bahan makanan organik atau berkualitas tinggi, yang dapat meningkatkan biaya belanja.

Namun, diet ini bersifat fleksibel, sehingga seseorang bisa menyesuaikan bahan makanan dengan anggaran. Sebagai contoh, ikan segar dapat diganti dengan ikan lokal yang lebih terjangkau, atau kacang almond yang mahal bisa diganti dengan kacang tanah tanpa garam.

Dengan perencanaan belanja yang cermat, biaya diet mediterania bisa ditekan tanpa mengorbankan manfaat kesehatannya.

Autophagy: Biaya yang Lebih Rendah
Autophagy yang dipicu melalui puasa intermiten secara teori dapat menekan biaya makanan karena seseorang mengurangi frekuensi makan dalam sehari. 

Misalnya, jika seseorang menerapkan pola makan 16:8 (puasa selama 16 jam dan makan dalam jangka waktu 8 jam), mereka mungkin hanya makan dua kali sehari, sehingga secara langsung mengurangi jumlah makanan yang perlu dibeli.
Namun, autophagy bukan hanya tentang pengurangan jumlah makanan, tetapi juga kualitas makanan selama waktu makan. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, pola makan selama periode "feeding window" tetap harus sehat dan bergizi seimbang, yang berarti masih perlu memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. 

Jika tidak direncanakan dengan baik, biaya mungkin tidak terlalu berbeda, terutama jika makanan yang dikonsumsi selama waktu makan tetap mahal atau berlebihan.

Kesimpulan Perbandingan Biaya
Autophagy melalui puasa intermiten cenderung lebih hemat secara langsung karena frekuensi makan yang berkurang, tetapi ini membutuhkan disiplin tinggi dalam mengontrol pola makan. 

Diet mediterania, meskipun lebih mahal, menawarkan pola makan yang stabil dan fleksibel, serta lebih mudah diterapkan oleh kebanyakan orang tanpa risiko kesehatan akibat kelaparan yang tidak terkontrol.
Pilihan terbaik kembali pada anggaran individu. Jika biaya menjadi perhatian utama, menggabungkan kedua pendekatan ini bisa menjadi solusi: menerapkan puasa intermiten dengan prinsip diet mediterania saat makan. Ini memungkinkan seseorang mengurangi pengeluaran makanan sembari tetap mendapatkan manfaat kesehatan dari kedua metode tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun