Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% di Indonesia telah menjadi topik perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, menimbulkan berbagai dampak yang dirasakan langsung oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu dampak yang paling nyata adalah kenaikan harga barang dan jasa. Sebagai contoh, harga roti yang biasa kita beli sehari-hari mengalami peningkatan akibat penyesuaian tarif PPN ini. Kenaikan harga ini tidak hanya berlaku untuk barang-barang mewah, tetapi juga untuk kebutuhan pokok yang menjadi konsumsi harian masyarakat.
Selain itu, perubahan masa aktif paket data oleh operator seluler juga menjadi sorotan. Beberapa operator, seperti Telkomsel, Tri, dan Indosat, telah mengubah masa aktif paket data bulanan dari 30 hari menjadi 28 hari. Meskipun perbedaan dua hari tampak sepele, dalam setahun, konsumen harus membeli paket data sebanyak 13 kali dibandingkan sebelumnya yang hanya 12 kali. Hal ini tentu saja meningkatkan pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan komunikasi dan internet.Â
Perubahan-perubahan ini menimbulkan kekhawatiran terkait daya beli masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa, ditambah dengan peningkatan frekuensi pembelian kebutuhan seperti paket data, dapat menekan kemampuan masyarakat, terutama mereka yang berada di kelas menengah ke bawah, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.Â
Di sisi lain, pemerintah berargumen bahwa penerapan PPN 12% ini difokuskan pada barang dan jasa yang dikategorikan mewah, dengan tujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan berfokus pada kalangan berpenghasilan tinggi. Namun, dalam praktiknya, dampak kebijakan ini dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat.
Secara keseluruhan, meskipun tujuan dari penerapan PPN 12% adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, implementasinya perlu dievaluasi lebih lanjut. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berada di kelas menengah ke bawah, dan tetap menjaga stabilitas ekonomi serta daya beli masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI