[caption id="attachment_297249" align="aligncenter" width="474" caption="Panenan Singkong Gajah, rata-rata 18 KG per pohon, usia 7 bulan (dokumen pribadi)"][/caption] Masih ingat sebuah lagu Singkong dan Keju? Cukup terkenal dan bisa dihafal oleh sebagian besar anak muda pada era itu (tahun 80 an).Sebuah pembandingan antara Singkong dan keju. Singkong identik dengan desa, udik, terbelakang nan miskin. Keju simbol anak rumahan gedongan, modern,kota, terpelajar dan tentu kaya.
Teman – teman sekitaran Jogja juga sering melontarkan ungkapan/gurauan : “ Woooo,,,,teloooo !!!….” Sebuah ungkapan ejekan atau gurauan atau bahkan makian bahwa lawan bicaranya tidak bermutu – tidak berkualitas.
Saat ini, rasanya lagu dan ungkapan atau anggapan bahwa SINGKONG adalah tidak berkulaitas, rendahan dan selayaknya ditinggalkan sudah tidak berlaku lagi.
SINGKONG belakangan ini menjadi salah satu komoditas hasil pertanian yang diburu oleh banyak pihak. Banyak pihak melakukan budidaya secara besar-besaran dengan luasan lahan ratusan hingga ribuan hektar.Apakah kondisi ini akan menjadikan komoditas singkong ini over produksi dan membuat harga jatuh? Jawabannya : Tidak.Kebutuhan akan singkong sangat tinggi, dari hari ke hari justru semakin tinggi mengingat ada banyak produk yang bisa dihasilkan dari bahan baku singkong.
Pintu pengolahan paska panen dari SINGKONG ini terbuka banyak sektor. Mulai dari pengolahan singkong sebagai bahan makanan ( ada seabrek jenis makanan yang bahan bakunya adalah SINGKONG). Singkong juga masuk ranah pabrikan menjadi bahan tepung bahkan sudah sejajar dengan produk gandum setelah ditemukan teknik pengolahan SINGKONG menjadi MOCAF (Modified Cassava Flour). Singkong juga menjadi salah satu bahan sumber energy yang direkomendasikan untuk bisa mendukung kebutuhan energi nasional bahkan dunia.
Singkong Gajah
[caption id="attachment_297318" align="aligncenter" width="300" caption="Pohon Singkong Gajah usia tanam 2 bulan, pertumbuhan cepat (dokumen pribadi)"]
Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem. Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi. Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi). Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benarakan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan. Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
[caption id="attachment_298298" align="alignleft" width="150" caption="Logo Tunas Merapi (dokumen pribadi)"]
Akhir bulan September kemarin kami melakukan pemanenan tanaman tahap kedua. Hasilnya melonjak drastis, dengan luasan lahan yang sama ( 1 hektar), kami mendapatkan total jumlah panen sebanyak 137 ton.Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi kami, petani Singkong di Lereng Merapi.Dengan panenan 137 ton ini kami memperoleh laba yang cukup tinggi. Modal biaya sewa lahan, pengadaan bibit, pupuk, tenaga perawatan tidak lebih dari 50 juta rupiah, sementara hasil panenan kamitotal Rp 164 juta dengan harga jual singkong segar per kg Rp 1.200. Keuntungan bersih kami lebih dari 100 juta rupiah. Waktu yang diperlukan dari persiapan lahan hingga panenan selama 9 bulan.
Selain berpotensi menghasilkan panenan lebih banyak dari pada singkong lokal, Singkong Gajah juga mempunyai cita rasa yang sangat enak, gurih nan lembut bernuansakan rasa mentega. Tunas Merapi juga sudah mulai melakukan pengolahan panenan singkong menjadi beberapa jenis makanan ringan. Menurut beberapa pihak, makanan ringan dengan bahan baku Singkong Gajah ini rasanya lebih enak gurih.
Budidaya Sing Gajah selain menghasilkan panenan yang tinggi juga bisa memungkinkan membuka lapangan pekerjaan baru. Ada beberapa kelompok ibu-ibu yang kemudian melakukan produksi makanan ringan berbahan baku singkong.
[caption id="attachment_297535" align="aligncenter" width="300" caption="Direbus, enak nan gurih nuansa rasa keju (dokumen pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H