Mohon tunggu...
Tunas Gaharu Magelang
Tunas Gaharu Magelang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha, owner

Petani Gaharu dan Singkong Gajah (Merdeka) di Lereng Gunung Merapi, penggagas dan pendiri Paguyuban Tunas Merapi (edukasi konservasi lereng Merapi)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Malaysia Ancaman Terbesar Gaharu, Beranikah Kita?

28 September 2010   09:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:54 6031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_271980" align="aligncenter" width="500" caption="semakin berkibar, ancaman atau tantangan? (foto diambil dari googling)"][/caption]

Masih ingat, kanHingar bingar genderang perang dan lengkingan terompet sangkakala ‘Ganyang Malaysia’? Perampok! Perampas!! Pencuri!! Saya sangat sepakat, dan pula ikut geram. Hufff, dasar Malingsia!!! Kasihan ya, kita!!

---------------

“Bang, siapa yang biasa beli gaharunya?" suatu saat saya bertanya pada salah seorang pemburu gaharu di Tapaktuan – Aceh Selatan.

“Halah mas, sudah gaharu cendana pula…..” jawabnya sambil tertawa.

”Banyak kok mas, biasanya mereka hape (menelepon) saya, nanya apa ada barang.... Ada tuh yang dari Jawa, ada yang dari Pekan Baru,... tapi kebanyakan dari Malaysia....” lanjut si abang.

"Berapa per kilo, bang?”

"Wah, itu suka-suka mereka. Kan mereka yang tahu harganya.”

Selidik punya selidik, ternyata harga hasil gaharu di masyarakat sangat murah. Gaharu kualitas super, biasanya dibeli tidak lebih dari Rp 5 juta, padahal harga ekspornya bisa mencapai 40-an juta. Wow, berapa kali lipat, tuh, keuntungan pembelinya. (Baca nilai ekonomis gaharu di sini)

Pada tahun 2000, Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) mencatat bahwa ketersediaan pohon gaharu di Indonesi sudah di ambang kepunahan. Sumatera tinggal menyisakan 20%, Kalimantan 26 %, Papua 15%. Jelas, ini sangat mengancam ketersediaan pohon gaharu di alam dan kelestarian hutan. Bisa jadi, suatu saat hanya akan tinggal cerita, bahwa Indonesia pernah menjadi pengekspor gaharu terbesar!

[caption id="attachment_272016" align="aligncenter" width="500" caption="tumpukan kayu gaharu hasil penebangan/perburuan di hutan"][/caption]

Perburuan dan penebangan gaharu di hutan. Banyak terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Irian (Papua).

[caption id="attachment_272024" align="aligncenter" width="500" caption="gaharu hasil perburuan di hutan, menanti lembaran rupiah"][/caption]

Hasil perburuan gaharu yang menanti para pembeli, dengan harga semau pembeli/pedagang.

Kita sepatutnya mengakui bahwa Malaysia sangat (lebih) cerdas atau mungkin cerdik!!! Bukan hanya berhenti sebagaipedagang gelap, namun telah menempuh langkah-langkah nyata dan taktis yaitu mempersiapkan peningkatan sumberdaya (pengetahuan) untuk proses pengembangan budidaya gaharu. Sebut sajaFRIM ( Forest Resaerch Institute Malaysia) bersedia nyantrik (berguru) di beberapa pusat pengembangan Gaharu yang ada di Indonesia, Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, Riau dan Bogor. Banyak pula ahli dan pakar gaharu dari negri kita diboyong ke Malaysia!! Seminar-seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu banyak digelar (dengan menghadirkan pembicara/nara sumber gaharu dari negeri kita).

[caption id="attachment_272030" align="aligncenter" width="500" caption="seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu di Malaysia"][/caption] Banyak seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu, dengan nara sumber/pembicara dari Indonesia

[caption id="attachment_272034" align="aligncenter" width="450" caption="salah satu kebun gaharu di Malaysia (foto diambil dari fb seorang kawan)"][/caption]

Banyak kebun gaharu yang sudah banyak dikembangkan di Malaysia, banyak pula TKI yang menjadi tenaga buruh tanam sampai perawatannya.

“Nah, cukup jelas,kan, bentuk ancaman dari Malaysia? Bukan hanya sebagai penjarah gaharu dari hasil hutan, namun juga hendak menjarah ilmunya.

Apakah ancaman ini bisa diselesaikan dengan menggelar demo, membakar bendera sambil teriak-teriak “Ganyang Malaysia” di depan keduataan Malaysia, atau dengan digelarnya pertemuan-pertemuan diplomasi?”

Budidaya Gaharu

Budidaya. Menjadi satu-satunya jalan menyelamatkan kelestarian gaharu dan kerusakan hutan. Sebenarnya sudah ada beberpa daerah yang telah mengembang-budayakan gaharu, semisal Bangka, Pekan Baru, Riau, Jambi, beberapa daerah di Kalimantan, Bogor, Sragen, dan NTB.

Getah gaharu atau yang sering disedut resin/getah harum adalah zat imun fitaolexin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu untuk menangkal mikroba atau benda-benda asing yang masuk ke dalam pohon gaharu. Resin ini bekerja untuk melokasir kerusakan akibat serangan mikroba agar luka yang terjadi tidak meluas ke jaringan lain. Penumpakan resin inilah yang menyebabkan pohon gaharu menghasilkan gubal harum yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Secara alami, proses terbentuknya resin ini sangat sulit (jarang). Inokulasi (secara sengaja memasukkan agent mikroba) sangat diperlukan agar pohon gaharu bisa menghasilkan resin pembentuk gubal harum. Ada beberapa metode yang selama ini sudah dipakai oleh masyarakat secara tradisional, melukai dengan pasak kayu, memaku batang pohon, melumuri dengan oli bekas dan sebagaianya. Bahkan di Vietnam, ada banyak pohon gaharu yeng menghasilkan gubal gaharu setelah pohon tersebut terluka gara-gara peluru nyasar, ini juga terjadi di beberapa tempat di Aceh. Metode tradisional ini tidak bisa dipertanggungjawbkan secara ilmiah dan mempunyai tingkat kegagalan yang sangat tinggi, serta memerlukan waktu yang panjang. (Untuk lebih lengkapnya baca di sini)

Badan Litbang Kehutanan mencermati hal ini dengan sangat bijak, Langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan penelitan yang dilakukan oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Upaya ini membuahkan hasil temuan., fusarium sp sebagai isolat pacu terbentuknya resin pada batang pohon gaharu.Penemuan ini menjadi kunci keberhasilan budidaya gaharu. Inokulasi (penyuntikan) mempergunakan fusarium sp sudah dilakukan sebagai uji coba di beberapa tempat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga, serta Banten. Dengan proses inokulasi fusarium sp ini, dipastikan keberhasilannya mencapai 80%, artinya jika kita menginokulasi 10 batang gaharu, 8 batang dipastikan berhasil. Inokulasi bisa dilakukan pada batang gaharu yang setidaknya sudah memiliki diameter 15 cm (umur pohon sekitar 5 tahun). Setelah dua bulan dari penyuntikan (inokulasi), tanda-tanda terbentuknya resin harum ini sudah mulai nampak dengan adanyanoktah-noktah hitam kecoklatan di batang gaharu. Panen bisa dilakukan 2 tahun dari masa penyuntikan/inokulasi.

Tahapan-tahapan inokulasi disajikan dalam beberapa foto yang diambil dari proses sosialisasi budidaya gaharu di Aceh Selatan.

[caption id="attachment_272043" align="alignleft" width="150" caption="1. genset dan sarana menuju lokasi"][/caption]

[caption id="attachment_272075" align="alignleft" width="150" caption="2. bor listrik, sebagai alat "pelobang""][/caption] [caption id="attachment_272078" align="alignleft" width="150" caption="3. pengukuran lingkar dan diameter batang"][/caption] [caption id="attachment_272083" align="alignleft" width="150" caption="4. jarum suntik sebagai alat memasukkan inokulan"][/caption] [caption id="attachment_272084" align="alignleft" width="150" caption="5. spiral tali, mempermudah jalur pengeboran"][/caption] [caption id="attachment_272088" align="alignleft" width="150" caption="6. pengeboran, sedalam 1/3 diameter batang"][/caption] [caption id="attachment_272092" align="alignleft" width="150" caption="7. memasukkan inokulan ke dalam bekas bor"][/caption] [caption id="attachment_272114" align="alignleft" width="150" caption="8. pengecekan keberhasilan, setelah 2 bulan"][/caption] [caption id="attachment_272118" align="alignleft" width="150" caption="9. aroma harum sebagai bukti keberhasilan"][/caption] Inokulan PUSLITBANG Hutan ini sedang dalam proses penetapan hak paten sebagai hasil produksi Indonesia. Teknik produksi inokulan ini juga menjadi incaran Malaysia. “Saat ini Malaysiagetol menguber teknologi rekayasa produksi gaharu temuan kami. Malaysia pernah mengirim direktur jenderal lingkungan dan pertanian ke P3HKA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam ) dan mereka meminta dapat mengadopsi temuan itu, tetapi kami tolak karena khawatir akan diklaim temuan mereka. Dibandingkan dengan penelitian India dan Thailand, menurut mereka, temuan dari Indonesia paling berhasil,” kata Erdy Santoso MS, Ketua Kelompok Peneliti Mikrobiologi Hutan dari P3HKA. Nah loh, lagi-lagi Malaysia!!!

"Ups, ribet ya,,,,harus inokulasi segala, inokulan dapat dari mana? Berapa harganya?”

Puslitbanghut Bogor, sangat menyambut jalinan kerjasama dan konsultasi budidaya gaharu sampai pada proses penyuntikan atau inokulasi. Penulis juga akan dengan senang hati menjalin diskusi untuk langkah-langkah praktisnya.

“Setelah panen, kemana kita akan menjualnya? “

Ada banyak pilihan, dijual kepada para tengkulak gelap (termasuk tengkulak Malaysia), atau akan melalui jalur yang resmi. Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) merupakan wadah pengusaha/pengeksport gaharu yang tentunya juga mempunyai standar harga selaras dengan satandar kualitasnya.

Hingga saat ini, Indonesia (kita) masih menjadi pengekspor gaharu terbesar di dunia. Singapura, Taiwan, Timur Tengah dan Perancis serta beberapa Negara Eropa lainnya merupakan Negara-negara tujuan eksport.

[caption id="attachment_272144" align="aligncenter" width="300" caption=""Mari menanam pohon" "][/caption]

---------------------

Sang provokator kembali bertanya, “Apakah kita akan membiarkan Malaysia merampas dan menghancurkan sumberdaya alam (hutan) kita?

[caption id="attachment_272139" align="aligncenter" width="313" caption="" Jayalah Gaharu, Jayalah Indonesiaku ""][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun