Media sosial saat ini terutama di aplikasi Tiktok sedang viral menggunakan istilah "Aura Maghrib", istilah ini muncul pertama kali dalam sebuah video lama Fujianti Utami Putri alias Fuji. Dalam video tersebut, beberapa warganet menyebut penampilan lama Fuji dengan istilah aura maghrib. Namun, istilah ini tergolong istilah yang dimaknai buruk bagi warganet. Mengutip hal tersebut, apa arti dari istilah aura maghrib yang dimaknai buruk oleh warganet Indonesia?
Apa itu Istilah Aura Maghrib?
Istilah "Aura Maghrib" menjadi viral di aplikasi Tiktok hingga sampai di aplikasi Instagram, dan lain-lainnya. Istilah ini digunakan warganet untuk menggambarkan penampilan fisik seseorang yang mempunyai kulit gelap atau tan skin. Penggunaan istilah ini pastinya mengacu dalam bentuk olokan atau ejekan yang termasuk dalam tindakan rasisme, diskriminasi, body shaming, dan verbal bullying.
Beredarnya istilah ini tentunya muncul akibat penanaman standarisasi kecantikan yang berkembang di Indonesia. Dimana banyak masyarakat mempunyai penafsiran kecantikan yang mengharuskan seseorang bisa dikatakan good looking apabila mempunyai kulit berwarna putih dan bersih dari jerawat.
Salahnya Standarisasi Kecantikan di Indonesia
Tentu saja standarisasi kecantikan tersebut salah besar dan tidak pantas ditanamkan masyarakat.
Seluruh masyarakat Indonesia harus mengetahui bagaimana realita di negaranya sendiri, Indonesia mempunyai iklim tropis dengan waktu penyinaran matahari yang panjang. Selain itu Indonesia mempunyai banyak ras dengan karakteristik yang berbeda-beda, serta keadaan kehidupan setiap orang yang berbeda-beda. Tidak sepatutnya kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial dengan berbagai perbedaannya menyamaratakan dan menetapkan kecantikan menusia satu dengan lainnya, hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia saja tetapi juga seluruh manusia di dunia.
Oleh karena itu, penggunaan istilah aura maghrib untuk menyebut seseorang berkulit gelap tidak termasuk dalam standar kecantikan merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Padahal jika ditelaah kembali, waktu maghrib merupakan pergantian waktu antara sore ke malam yang identik dengan terbenamnya matahari yang terlihat sangat indah. Selain itu, langit terlihat lebih indah dengan deretan lembayung dan suasana syahdu yang menenangkan. Maka dari itu, istilah aura maghrib yang beranah negatif tersebut sangat berbanding terbalik dengan realita bahwa aura maghrib merupakan sesuatu hal positif dalam hidup yang identik dengan senja yang cantik dan indah.
Kesalahan persepsi dalam standar kecantikan di Indonesia membuat persepsi wanita dan pria saling bersinggungan. Para wanita berusaha keras untuk memenuhi standar kecantikan yang tinggi, sedangkan pria mempunyai ekspektasi tinggi terhadap kriteria fisik dalam pemilihan pasangan. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya, dengan keadaan tersebut maka munculah rasa saling mengeleminasi dan mengkritik penampilan seseorang entah wanita maupun pria yang dinilai tidak good looking karena tidak memenuhi standar kecantikan yang salah tersebut.
Mengapa Standarisasi Kecantikan di Indonesia Sangat Tidak Realistis?
Standar kecantikan yang tidak realistis tersebut muncul tak lain dan tak bukan adalah karena pengaruh globalisasi, berkembangnya teknologi terutama smartphone dengan berbagai aplikasi yang semakin berkembang dengan segala kemudahan yang dihasililkan terutama dalam bidang komunikasi membuat manusia dengan mudah berinteraksi dan mengenal satu sama lain, hal inilah yang dinamakan dengan media sosial.
Media sosial dan media massa memiliki peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang standarisasi kecantikan di Indonesia. Muncul banyak iklan, film, acara hiburan, dan video musik, dan lain-lain seringkali menampilkan model atau tokoh yang berkulit putih, bertubuh ramping, dan rambut yang lurus menjadikan representasi standar kecantikan yang ideal.
Tak ayal stereotip ini membentuk standarisasi kecantikan masyarakat tidak realistis bagi banyak orang, pasalnya standar kecantikan tersebut mungkin hanya dimiliki oleh beberapa ras saja.
Hal ini tentu memunculkan tekanan yang besar bagi sebagian orang yang dipengaruni oleh keinginan memenuhi standar kecantikan tersebut. Rasa ketidakepercayaan diri, tekanan psikologis, dan risiko datangnya gangguan kesehatan mental lainnya dapat muncul akibat tekanan masalah pengaruh standar kecantikan yang salah ini.