Hingga tanggal 20 Maret 2020, data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penyakit korona di Indonesia mencapai 369 kasus. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat banyaknya orang yang tidak menyadari jika dirinya telah terinfeksi virus tersebut. Selain itu, terdapat kemungkinan banyak pasien yang tidak terdeteksi/tidak melaporkan adanya gejala pada dirinya dapat menimbulkan underestimation-bias. Hal tersebut dapat menyebabkan penyebaran covid-19 terjadi secara eksponensial.
Saya mencoba membuat kurva dari jumlah kasus covid-19 selama periode waktu sejak awal diumumkan oleh Presiden RI (02/03/20) hingga tanggal 20 Maret 2020, berdasarkan data kementerian kesehatan yang dilansir dari katadata.co.id.
Grafik sumbu Y (vertikal) mewakili jumlah orang dengan kasus korona sedangkan sumbu X (horizontal) mewakili periode hari sejak hari pertama kasus ditemukan. Garis biru menggambarkan jumlah kasus corona di Indonesia, garis hijau menggambarkan jumlah pasien corona yang telah sembuh, sedangkan garis merah menggambarkan jumlah pasien korona yang meninggal.
Dari grafik tersebut diperoleh sebuah trendline eksponensial (biru putus-putus) yang artinya, apabila trend tersebut tidak berubah (tidak ada upaya pencegahan penyebaran virus, deteksi dini, kesadaran menjaga kebersihan dsb.) maka proyeksi jumlah kasus corona di Indonesia pada akhir bulan maret kurang lebih terdapat sebanyak 25.000 kasus. Wow, angka yang cukup fantastis bukan?
Berbeda dengan lonjakan kasus baru corona setiap harinya, sistem perawatan kesehatan memiliki kapasitas tetap dari jumlah orang yang dapat dirawat per hari. Apabila jumlah penderita melebihi kapasitas negara merawat pasien, maka akan terjadi penumpukan pasien, yang artinya, pasien akan menunggu berhari-hari untuk dilihat dan dirawat oleh para profesional medis.
Sebaliknya, semakin datar kurva, semakin besar kemungkinan pasien mendapatkan perawatan, semakin minimal korban yang akan jatuh.
Kita harus banyak mempelajari fenomena yang terjadi di negara-negara yang telah terlebih dahulu mengahadapi wabah ini seperti Tiongkok, Iran, Italy dan Korea Selatan. Lonjakan pasien corona dapat menyebabkan profesional medis kewalahan serta timbulnya banyak korban Jiwa sehingga diperlukan upaya untuk meredamnya.Â
Hingga Senin, 16 Maret 2020 dilansir dari VOA Indonesia, Korea Selatan telah mengetes warganya sebanyak 250.000 orang, mencapai sebanyak 15.000 tes/hari. Diduga dengan cara ini Korsel dapat menekan angka kematian akibat corona hingga 0,7%.
Terlepas dari apapun keputusan Pemerintah untuk menghadapi wabah ini, mari kita mulai dari lingkungan terdekat kita untuk senantiasa waspada terhadap penyebaran virus ini. Saya sendiri berpendapat bahwa solusi penanganan penyebaran virus ini tidak dapat dilakukan dengan kebijakan top-down. Edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan virus ini mutlak untuk dilakukan. Â
Berdasarkan kajian mikrobiologi, virus merupakan mikroba aseluler, yang artinya virus tidak bisa memperbanyak diri tanpa bantuan host (inang) yang berupa sel hidup. Berbeda dengan bakteri atau jamur yang dapat memperbanyak diri, tanpa bantuan host, ketika syarat tumbuhnya terpenuhi. Meskipun demikian, virus dapat menempel pada permukaan benda hingga beberapa hari.Â
Bahkan, Doremalen et al. (2020) telah melaporkan kemampuan virus ini bertahan di udara selama 3 jam. Basic immune seseorang dapat menciptakan kekebalan terhadap virus ini (kebal dengan sendirinya). Pada orang dengan imunitas yang baik, gejala mungkin tidak nampak, tapi orang tersebut dapat menjadi carrier bagi virus tersebut (menularkan ke orang lain).Â