Apapun akan ditempuh PSI untuk menjatuhkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membalas sakit hatinya atas kekalahan Ahok di Pilgub DKI 2017. Belakangan, seperti dicocok hidungnya, PDIP pun mengekor kemauan PSI, bahkan mempelopori interpelasi yang selama ini menjadi jualan politik PSI.
Demi menuntaskan nafsunya PSI dan PDIP pun mulai melakukan cara-cara brutal dan kasar, termasuk memanipulasi rapat Badan Musyawarah untuk meloloskan rapat paripurna DPRD dengan satu agenda khusus menjatuhkan Gubernur Anies melalui interpelasi.
"Ini murni akal-akalan. Undangan rapat Bamus agendanya tidak tercantum tentang interpelasi," ujar Syarif, salah satu anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI.
Oleh karenanya tujuh fraksi lain, selain fraksi PSI dan freaksi PDIP , tidak akan menghadiri rapat paripurna DPRD karena tidak ingin lembaga DPR dijadikan ajang balas dendam PSI dan PDIP.
Kita melihat upaya yang tengah dilakukan PSI dan PDIP sebagai kudeta merayap terhadap posisi  Gubernur DKI karena menggunakan cara-cara yang mengingkari norma dan kelaziman yang berlaku di DPRD.
Jika cara-cara yang dipakai PSI dan PDIP dibenarkan, maka tatanan politik tidak diperlukan lagi. Semua bisa memanipulasi dan menggunakan kekuatannya untuk melakukan gerakan yang menyimpang dari aturan.
Apakah demokrasi seperti ini yang kita inginkan? Tentu tidak. Demokrasi Pancasila menjaga marwah lembaga dan kesantunan dalam berpolitik.
Kita tidak ingin ada pihak-pihak yang melakukan sabotase demokrasi demi memuaskan syahwat politik dan dendam kesumatnya. Jangan sampai segelintir orang yang baru belajar politik merusak semua jerih parah dan pengorbanan para penuang demokrasi.
Bukankah kita - mohon maaf - muak melihat ulah segelintir orang yang menyelewengkan mandat rakyat untuk merusak demokrasi?
* artikel ini pernah dimuat di arungnews.id, 27 September 2021