Mohon tunggu...
Claudio Tumbel
Claudio Tumbel Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. Selain mempelajari ilmu filsafat, menekuni pula bidang cinematografi, fotografi serta musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Semangat Sumpah Pemuda - 3 Serangkai Revolusi Mental (Descartes, Kierkegaard, dan Jokowi)

12 Desember 2018   13:20 Diperbarui: 12 Desember 2018   13:21 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tanggal 28 oktober bangsa Indonesia memperingati hari sumpah pemuda. Dimana dalam sumpah pemuda ini diikrarkan berbangsa, bertana air, berbahasa yang satu yaitu Indonesia. Dalam konteks masa sekarang ini, sumpah yang telah dibuat oleh para pendahulu itu perlu untuk dihidupi dalam kehidupan para pemuda Indonesia masa kini. Sekarang ini hidup kita tidak terisolasi dari dunia luar tetapi kita hidup dan bergaul bersama dengan berbagai bangsa yang berbeda-beda.

Sekarang ini kita hidup di tengah rimba informasi yang muncul dengan berbagai bentuknya. Sebagai orang mudah yang mana kita sering mencari tantangan atau hal-hal yang baru dengan adanya berbagai informasi yang kita terima, yang sebagian benar tapi ada juga yang mengandung ketidak benaran. Informasi yang masuk dan keluar memberi pengaruh terhadap hidup berbangsa dan bernegara.

Orang dapat saling mengaduh domba dengan menyebarkan isu yang tidak benar dan dapat memprovokasi orang lain atau kelompok lain. Karena itu perlu untuk dipastikan kebenaran dari setiap informasi yang diterimah. Kita memiliki satu bahasa yang dipakai sebagai simbol untuk berkomunikasi dan berelasi dengan sesama. Salah satu budaya yang telah hidup dalam masyarakat kita sejak dulu yaitu budaya musyawarah yang mana menjadi cikal bakal terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Berkaitan dengan itu maka, Apa yang harus dilakukan? pertanyaan ini juga yang dikemukakan oleh seorang filsuf dan teolog Denmark yaitu Soren Kierkegaard sehubungan dengan setiap pergumulan dalam hidupnya. Pertanyaan ini juga berlaku untuk kita orang muda masa sekarang. Sehubungan dengan itu kierkegaard menyebutkan terdapat tiga wilayah eksistensi atau tahap-tahap jalan hidup.

Tahap pertama: Dalam tahap ini seseorang memaknai dan menjalankan kehidupannya tanpa memikirkan aspek nilai etika dan moral, baik atau buruk. Seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu secara emosional, spontan, mengikuti dorongan emosi dan inderawi sesaat tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan tersebut. 

Tahap Kedua: Dalam tahap ini aspek moralitas menjadi pertimbangan di dalam memutuskan dan melakukan sesuatu. Hasrat dan nafsu terhadap sesuatu dapat dikontrol oleh standar aturan-aturan moral yang berlaku universal. Tahap ketiga: Disini, kita tidak hanya bergumul dengan eksistensi diri sendiri, tetapi kita perlu masuk ke dalam realita pergumulan dengan yang Ilahi (divine), yaitu Allah sendiri. Apakah pilihan yang diambil sudah sesuai dengan kehendak Allah? Disinilah setiap orang dituntut untuk mengambil keputusan.

Sebagai orang muda generasi bangsa yang ke depan akan menjadi nakhoda untuk mengarahkan ke mana bangsa ini, baiklah kalau kita melihat empat petunjuk dari Descartes yang membantu jalan kita menuju kebenaran-kebenaran yang dicita-citakan bangsa kita.

 Pertama, jangan menerimah apapun sebagai benar apabila anda tidak mengetahuinya dengan jelas sebagai benar. Kedua, rincilah dengan membuat klasifikasi setiap kesulitan yang anda jumpai dan kemudian sedapat mungkin temukanlah jalan keluar yang tepat. Ketiga, aturlah proses berpikirmu secara sistematis sedemikian rupa sehingga aktivitas berpikirmu dapat berangkat dari hal-hal yang sederhana untuk ketahui kemudian bergerak maju tahap demi tahap menuju ke hal yang lebih rumit. Keempat, dalam setiap hal perlu untuk dibuat rincian atau klarifikasi secara lengkap dan cermat sehingga dapat dipastikan bahwa tidak ada sesuatupun yang dilupakan.

Karena itu tepatlah apa yang disampaikan oleh Jokowi dalam nawacita poin ke delapan yaitu revolusi mental. Bangsa Indonesia perlu untuk melakukan revolusi mental. Karena maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh mentalitas yang dihidupi oleh bangsa tersebut. Orang mudah sekarang ini perlu untuk mengubah cara berpikir dan merasa supaya dapat lebih melihat hal-hal yang lebih bersifat positif.

Ditulis oleh Yansen Esserey

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun