Beberapa waktu yang lalu, media diramaikan dengan berita mengenai rencana pembangunan gedung baru DPR-RI yang super mewah. Belakangan, rencana pembangunan gedung kontroversial itu akhirnya dibatalkan. Berbeda dengan kasus DPR RI, rencana pembangunan gedung DPD-RI di daerah yang setiap provinsinya menghabiskan dana mencapai Rp 30-40 miliar kurang diekspos media.
Biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk membangun gedung di 33 Provinsi dan 1 buah gedung di tingkat pusat, menghabiskan dana hingga Rp 823 milyar. Pembangunan gedung DPD dialokasikan untuk dua tahun anggaran, yakni di tahun 2011 sebesar Rp 565 miliar dan Rp 282 miliar untuk tahun anggaran 2012. Dana ratusan milyar itu baru untuk fisik gedungnya saja, belum termasuk alokasi perangkat penunjang infrastruktur seperti biaya IT, furnitur, dan biaya rutin tahunan perawatan gedung. Dana sebesar itu bagi saya akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk pengembangan daerah di berbagai bidang.
Adalah langkah Sekjen DPD-RI yang telah berinisiatif memberikan gaji kepada sejumlah wartawan yang menempati pos peliputan di lingkungan Senayan untuk memublikasikan semua agenda kegiatan DPD, termasuk mengamankan pemberitaan pembangungan kantor perwakilan DPD di daerah. Tidak kurang dari 30 orang wartawan memperoleh gaji bulanan dari Sekretariat Jendral DPD sebesar Rp 3 juta sejak Maret 2011 untuk menjadi tenaga konsultan, padahal gaji untuk tenaga ahli standarnya adalah Rp 7 juta. Kerjasama antar instansi media dengan Sekjen DPD sebenarnya diperbolehkan, namun menggaji wartawan secara perorangan menggunakan APBN merupakan salah satu bentuk dari ‘penyuapan’.
DPD-RI memang tidak sepopuler DPR-RI, hal ini dapat dimaklumi karena usia dari lembaga ini masih terbilang muda, lahir pada 1 Oktober 2004, jadi baru tujuh tahun ! Dari segi kewenangan pun lembaga ini tidak seluas kewenangan yang dimiliki oleh lembaga DPR, walaupun saat ini sedang berusaha ditingkatkan.
Seandainya saya menjadi anggota DPD-RI , saya akan menolak cara-cara yang tidak mendidik dalam upaya meningkatkan komunikasi politik dengan menggaji wartawan demi pencitraan lembaga. Komunikasi yang efektif dapat dibangun dengan interaksi yang intens dan berkualitas yang berwujud berupa kinerja yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat. Kemampuan komunikasi politik antara anggota DPD dengan konstituen di daerah memang sangat penting bagi anggota DPD dalam menyuarakan aspirasi daerah yang diwakilinya. Setidaknya masyarakat menganggap anggota DPD-RI adalah orang-orang yang tahu betul akan potensi daerahnya. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi ini, peran humas DPD-RI dapat dioptimalkan untuk mendidik anggotanya.
Saya akan menolak pembangunan gedung baru DPD-RI, yang merupakan salah satu bentuk dari pemborosan anggaran, selain juga berpotensi sebagai lahan korupsi baru di daerah. Kalaupun dibutuhkan gedung, untuk bernaung bagi empat orang wakil DPD dari tiap provinsi, tidak perlu dibangun gedung baru. Bisa sewa, atau bisa mobile, berpindah dari gedung DPRD satu ke gedung DPRD lainnya yang masih di dalam provinsi yang saya wakili. Hal ini tentu jauh lebih murah dan lebih efektif dalam membangun komunikasi politik dengan konstituen di daerah karena semua wilayah kemungkinan besar terkunjungi. Walaupun masih berwujud tulisan di dalam blog, yang berupa khayalan tingkat tinggi, namun wacana ini realistis, hanya itikad baik dan langkah kongrkritlah yang menjadi citra sebenar yang hakiki.
Sumber :
http://www.batamtoday.com/berita9076-DPD-RI-Suap-Wartawan-untuk-Amankan-Sejumlah-Proyek.html
http://news.okezone.com/read/2011/10/05/339/511294/legitimasi-dpr-terkikis-saatnya-kuatkan-peran-dpd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H