Mohon tunggu...
Tumangger z
Tumangger z Mohon Tunggu... Penulis - Aksara

La Tahzan, Yakinlah semua berawal dari kecil, tidak ada yang mudah kecuali kita bersungguh-sungguh untuk memudahkannya atas kehendak-Nya pula

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tentang Rindu Jalanan

4 Januari 2020   22:06 Diperbarui: 4 Januari 2020   22:08 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pinggiran jalanan, aku menatap rindu yang halai-balai, diantara mendung yang mulai cemberut, seperti duniaku yang telah menciut. Waktu kini berlalu tanpa pernah mencoba tuk berhenti, asa semakin membeku kian mengeras bagai keras batu, rasa pun demikian, tak selembut dahulu sebelum kau berjanji pada tempatku kini berpatri.

Tentang pertemuan, kau beri sebuah alasan yang berkelok-kelok, harapan segudang menunggu tandas di hadapan, kau mengambil kesempatan tuk mengolok-olokku, sementang ku bilang cintaku tak hanyut ditelan arus gelombang, tak lekang dihempas lautan dan tak kerontang di musim kemarau panjang. mungkin ini musabab kau berlaku semaumu.

Awalnya ku kira ini hanya ujian, kau menguji setiap kata yang pernah ku larutkan di ujung lidah, seberapa hebat ucapan dan perlakuan, namun semua alur itu kuikuti dengan hati-hati, kulakukan dengan selaras sampai aku benar-benar dianggap pantas. 

Aku bahagia di kala itu, sebab aku melakukannya tanpa bertopeng, bukan hanya karena memperjuangkan tetapi itu memang sudah jati diri di titipkan untuk di pelihara, tentang kasih sayang, perhatian, dan segala bentuk perlakuan lainnya. Aku nyaman melakukan semua itu apalagi ada bunga yang ku harap segera mekar.

Di suatu ketika, setelah ku tahu ketika gadget itu berkata lain, kau ceritakan pada seseorang bahwa tentangku hanyalah sekedar teman biasa, tak ada cinta yang melanda.

Teringat sekali di suatu tempat, kita pernah berjanji bertemu, pada pinggiran jalanan, di tempat yang sering kita labuhi, di tempat itu pula kita sering duduk berdua menghabiskan waktu hingga mentari malu dan bersembunyi. 

Saat itu aku ingin menyatakan segalanya tentang rasa yang mengelabui hariku, aku ingin bercerita banyak, tapi sayang! kau tak kunjung tiba, aku lelah menunggumu, aku di temani janji berharian mematung di sana, alih-alih kau ternyata punya janji lagi, tak kusangka kau punya narasumber lain yang akan bercerita tentang rasa, rasa yang sudah lama dan belum tuntas diantara kalian. 

Kau ternyata punya seseorang tapi mencoba mendekati seseorang lagi, yaitu aku. "hebat" kau mencoba ingin menggandakan satu hatimu, kau datang ternyata bukan seorang diri: hanya disaat kesepian saja. dan ketika tahu artiku selama ini dihidupmu, disaat itu pula aku menyadari bahwa keberadaanku memang bukan berarti apa-apa, kau hanya bergurau tentang rasa yang sebelumnya pernah kita bahas, semua ternyata palsu, apa yang kita jalin selama ini hanya karangan fiktif, semua tentang silat lidah.

Kini, pada pinggiran jalanan ini, ku tinggalkan kenangan yang tak mungkin menyatukan, rindu tentangmu ku harap segera berguguran, hanyut ditelan kekecewaan, sirna bersama penantian. Ku ingin ia pergi saja, pergi tanpa pernah mencoba untuk datang lagi, selamanya.

Jontor, 4 Januari 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun