[caption caption="Seorang bapak sedang berdoa di gereja"][/caption]Agama berasal dari dua suku kata, "a" dan "gama", yang berarti tidak kacau. Jadi agama adalah kedamaian, bukan sebaliknya. Namun pada kenyataannya, banyak sekali orang dari berbagai latar belakang agama yang membenarkan tindakan anarkis dan main hakim sendiri untuk menghakimi kelompok agama tertentu. Kita mungkin belum lupa bagaimana kaum minoritas muslim yang sedang beribadah diganggu dan rumah-rumah mereka dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, dan mengatasnamakan agama. Sebagai seorang Kristen, saya tentu sangat menyayangkan hal tersebut terjadi, terlebih lagi di kitab agama Kristen tak sedikitpun ayat yang menghalalkan kekerasan seperti yang dipraktekkan oleh orang- orang yang katanya beragama Kristen di Tolikara.
Belum hilang trauma akibat insiden Tolikara, saya, dan mungkin masyarakat Indonesia dikejutkan oleh insiden pembakaran gereja oleh sekelompok orang dengan massa yang cukup banyak, tak hanya itu, mereka juga membawa senjata tajam. Sebelum kita menanggapi kejadian tersebut, perlu digarisbawahi bahwa Islam pasti tidak mengajarkan hal yang demikian. Aceh sebagai negeri yang dijuluki Serambi Mekkah memang menjalankan otonomi khusus dan berpegang teguh dengan hukum syari'ah.
Jujur saya begitu sedih. Hati saya merasa miris. Saya berdoa dan mendoakan teman-teman saya yang seiman, minoritas Kristen yang sedang ketakutan. Begitu juga aparat keamanan yang sekarang sedang mengamankan situasi di Singkil yang masih mencekam. Saya tidak tau apakah semua orang Indonesia, dengan latar belakang agama apapun, merasa bahwa bangsa yang kita cintai ini benar-benar damai?
Masalah konflik berbau SARA selalu menjadi isu yang sensitif di Indonesia. Media-media massa hanya sesekali mengangkat konflik berbau SARA yang sedang terjadi di banyak daerah di Indonesia. Seperti tidak ada penyelesaian yang benar-benar tepat agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. Kasus demi kasus bermunculan, namun lambat laun hilang, dan digantikan dengan kasus lainnya dengan cerita yang sama.
Komentar-komentar para netizen di berbagai media sosial pun beragam. Unjung-ujungnya malah berdebat dan saling menghina agama masing-masing. Hanya sebagian yang berpikir bijak dan dewasa, sementara sisanya hanya berkoar dan menggonggong bak anjing yang dirantai.
Menurut saya, semua elemen masyarakat harus belajar dan terus belajar menghargai orang lain, karena sebenarnya toleransi di Indonesia sedang diuji. Pilihan ada di tangan kita, memperpanjang masalah atau bersama-sama mencari solusi demi terciptanya kerukunan antar umat beragama, mengembalikan hakekat agama kepada defenisi yang sebenarnya. Kalau saya, saya memilih menjaga kerukunan. Saya memilih mendoakan mereka yang sedang menangis karena mempertahankan keyakinan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H