Mohon tunggu...
Tulus Barker Naibaho
Tulus Barker Naibaho Mohon Tunggu... Keliling Indonesia -

Traveller. Bercita-cita menjadi penulis dan menetap di London. IG @tulus182 youtube.com/tuluss182

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Orang Batak: Antara Cinta dan Budaya (Part 1)

23 Juni 2015   06:52 Diperbarui: 14 Oktober 2015   05:46 2614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suku batak merupakan suku yang berasal dari Sumatera Utara. Konon katanya, jaman dahulu kala Ompu Mula Jadi na Bolon turun dari langit di gunung Pusuk Buhit, Samosir, yang menjadi orang batak pertama, atau lebih dikenal dengan sebutan Si Raja Batak. Ada banya versi cerita awal mula suku batak, namun kesemuanya itu tidak jauh berbeda.

Suku batak dibagi menjadi beberapa macam, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Nias, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing. Dari kelima macam suku batak tersebut, adat dan bahasa juga berbeda, namun tetap memakai sistem Patrilineal (mengambil dari garis keturunan bapak). Dari lima macam itu pula terdapat banyak sekali marga-marga yang ada dan diturunkan dari generasi ke generasi. Namun kali ini saya hanya membahas tentang suku batak toba, karena saya merupakan orang batak toba.

Saya lahir, tumbuh dan besar di lingkungan yang jauh sekali dari peradaban dan budaya orang batak Toba, tepatnya di kaki gunung Talang, Sumatera Barat. Sejak kecil saya lebih terbiasa berbaur dengan budaya minang ketimbang budaya batak. Tapi hal itu bukan berarti saya tidak tau apa-apa, karena kebetulan saya anak laki-laki pertama di keluarga saya sehingga secara otomatis saya adalah penerus garis keturunan marga saya, Naibaho. Itu adalah tanggungjawab yang harus saya terima bahkan tanpa diminta sekalipun. Orangtua saya pun selalu berpesan bahwa meskipun saya besar di lingkungan apapun, saya tetap harus jadi 'orang batak'. Sederhana memang, tapi justru itu yang membuat saya bertanya-tanya dan harus menemukan jawabannya sendiri.

Ada hal yang menarik sebetulnya, yang mungkin menjadi jawaban pertama saya atas pertanyaan saya yang pertama pula, bahwa main set kebanyakan orang selain orang batak, kalau orang batak itu pasti pintar bernyanyi. Sungguh sebuah argumen yang menggelitik, namun justru sedikit membanggakan. 
Saya terlahir di keluarga yang sederhana, namun hangat dan bersahabat. Ayah dan Ibu saya merupakan orang batak asli cetakan Tapanuli, sehingga masih memakai kebiasaan orang batak meskipun berada di perantauan. Contohnya saja setiap makan malam, kami anak-anaknya diberi tugas untuk memimpin doa secara bergantian, setiap hari memutar lagu-lagu batak yang dinyanyikan oleh grup trio-trio batak dengan suara emas, berbicara dengan bahasa batak ketika dirumah, ke gereja setiap hari minggu, dan yang paling penting adalah 'dilarang melawan ketika orangtua sedang marah'. 
Ada sedikit sentuhan cinta yang berbeda dikeluarga kami yang mungkin juga sama dengan keluarga-keluarga batak lain yang berada di perantauan, 'marah adalah wujud mencintai'. Ayahku berada di urutan pertama orang yang paling gampang marah, namun tidak mengintimidasi dan tidak pula terlalu menakutkan sebetulnya saja, hanya suaranya yang menggelegar bak petir yang menyambar saat hujan tak kunjung deras.

Wujud cinta yang agak berbeda dan membuatku sedikit terharu adalah betapapun kesulitan ekonomi keluarga, pendidikan kamu tak boleh putus. Pernah suatu kali ketika saya masih SMA dan akan kuliah, saya dan ayah pulang dari ladang lewat Adzan magrib dan kondisi saat itu sedang hujan. Orang-orang yang melihat kami sedikit tertawa sinis dan membuat hati miris, namun justru ayah hanya berkata bahwa kami harus selalu bersyukur pada berkat Tuhan dan harus bisa jadi kebanggaan keluarga. Sungguh kata-kata yang membuatku terharu. Cinta adalah kekuatan orang-orang batak dalam membangun keluarga.

Berbicara soal cinta bagi orang batak tak boleh lepas dari aturan budaya dan agama. Orang batak masih menganut sistem pernikahan koloni, artinya menikah dengan orang yang bukan batak merupakan hal yang tabu. Kalaupun Tuhan sudah berkehendak menjodohkan orang batak dengan orang yang hukan batak, ya kembali lagi ke pasal satu, artinya orang yang bukan batak tersebut harus dilebur ke dalam budaya orang batak. Jadi akan ada banyak pesta, yang paling penting pesta dengan sebutan 'membeli marga'. Apabila laki-laki bukan batak akan menikahi perempuan batak, maka dia harus melewati beberapa tahapan adat, megambil hati pihak tulang (paman-saudara laki-laki dari ibu), orang tua si perempuan, lalu membeli marga dengan memakai marga dari amangboru (suami dari sudara perempuan ayah) yang nantinya akan jadi orangtua si laki-laki tersebut. Begitu juga apabila perempuan bukan batak akan menikah dengan laki-laki batak, dia juga harus mengambil hati pihak orangtua si laki-laki batak, terutama pihak tulang dan pihak ibu, karena nantinya marga yang akan dibeli dan dipakai adalah marga si ibu dari si laki-laki tersebut.

Dan menikah dengan sesama orang batak pun bukan perkara mudah. Justru jauh lebih sulit, karena orang batak, khususnya batak toba, marga apapun dan dimanapun, harus mengerti dengan partuturan dan tarombo (silsilah garis keturunan berdasarkan marga). Contohnya saja marga Sihombing Lumbantoruan tak boleh menikahi orang bermarga Naibaho, meskipun hanya tinggal mereka berdua di dunia ini, karena hukum adat jaman dahulu yang dibuat lewat sebuah perjanjian persaudaraan antar marga (padan). Ini hanya contoh kecil saja. Jika dipilah pilah dari seluruh marga, maka akan ada banyak pantangan yang tidak boleh dilanggar. Itulah kenapa pernikahab dan cinta di lingkungan adat oarang batak toba sangat istimewa. Itulah kenapa orang batak toba harus bangga menjadi orang batak, bukan hanya sekedar menyandang marga, tapi benar-benar menjadi orang batak yang tau adat, tau agama, dan cinta keluarga...(bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun