sebuah cerita mini fiksi *)
Wanita yang sudah ditunggu agak lama itu masuk dan memberi senyum manis. Duduk sebentar di hadapannya. Sebelum duduk, senyum, tatapan mata dan gerak tubuhnya sangat menggoda. Menawarkan sebuah impian yang terlanjur membuat Gun kehilangan logika. Sore ini, Gun datang dengan rindu yang menggunung di dada. Perjalanan menuju ke sini tadi, otaknya di penuhi oleh imajinasi yang indah tentang wanita ini. Segala hal tentangnya terasa begitu mempesona jiwanya. Pembicaraan penuh basa-basi pun dimulai. Kemanjaan wanita ini selalu menjadi sesuatu yang memikat hati Gun. Sampai pada detik tertentu, tiba-tiba wanita itu berdiri dan berkata.
"Nggak tahu orang capek ya Mas? Aku dah ke mana-mana sejak pagi. Ngurus ini dan itu. Si sulung minta di temani ke toko buku, si bungsu rewel karena mainannya rusak. Sudah itu masih harus cek rekening PDAM, rekening listrik dan bayar telpon serta beli pulsa.Aku juga sudah bersih-bersih rumah, menyiapkan hidangan kue-kue lebaran, dan sore tadi ada arisan. Kan capek banget rasanya. Kalau mau buka puasa ya buka saja, semua sudah siap, tinggal ambil sendiri. Salahnya tidak mengajak buka puasa di luar seperti biasa. Kalau Mas mau minum kopi ya airnya tinggal dihangatkan. Kopi dan gula ada di tempat biasa. Gelas juga dah siap di tempat biasa. Cari sendiri dan nyeduh kopi sendiri kan bisa, apa si susahnya. Jangan apa-apa minta tolong, dan memerintah saja.Kan harus kerjasama. Bukan cuma Mas yang capek, aku juga lelah. Habis buka ini, kalau mau nanti aku juga mau sholat magrib terus tidur. Hari ini rasanya sudah capek sekali. Jadi, kalau mau minum kopi, buat sendiri saja ya. Maaf, aku mau mandi dulu."berkata demikian sambil berlalu menuju kamar mandi, Sudah senja baru mandi karena acara arisan berlanjut dengan ngrumpi yang panjang. Membincang persiapan ini itu menjelang lebaran dengan ibu-ibu lain di komplek perumahan mewah itu.
Demikian panjang jawaban yang di berikan wanita itu. Kalau ada yang sempat menghitung jumlah kata-kata yang diucapkan lebih dari 140 kata, mungkin hampir 150 kat ata lebih. Semua kata itu terucap tanpa jeda. Mirip seperti kicauan burung yang ada di rumah sebelah. Mirip seperti senjata otomatis super gun yang begitu lancar memuntahkan peluru. Gun merasa jengah dan tersudut. Angan dan harapan indah yang sudah tersusun rapi di otaknya saat di mobil tadi perlahan buyar. Gun merasa bodoh dan gagal sebagai lelaki. Gun sadar, sikap tak manis wanita ini mungkin ada hubungannya dengan pesan BBMnya yang belum terjawab. Wanita ini dua hari lalu meminta transfer uang unutk persiapan lebaran. Bukan tidak ada, hanya saja Gun bermaksud memberikannya langsung malam ini. Dalam pikiran Gun, memberikan uang langsung akan lebih terasa sebagai laki-laki dan itu akan lebih romantis. Ternyata pikiran Gun tak bersambut dengan kemauan wanita itu.
Gun, nama panggilan lelaki itu terdiam, masih duduk di kursi dekat meja makan dan tersenyum sendiri. Merasa sangat geli dan sungguh tak bisa mengerti apa yang harus dilakukannya lagi. Seingatnya, beberapa menit yang lalu dirinya hanya mengucapkan beberapa kata saja menjelang buka, " Sayang, tolong buatkan kopi ,"Tepatnya hanya mengucapkan 4(empat) kata. Jawaban dari wanita itu mengalir seperti perkembangbiakan bakteri, sangat banyak dalam waktu yang singkat.
Gun termenung , sesaat ingin marah, namun segera sadar tak ada gunanya marah. Puasanya pasti jadi percuma jika dirinya marah. Tiba-tiba kesadarannya muncul, dirinya harus segera pulang. Istrinya pasti sedang menunggunya di rumah dengan segala sajian buka puasa di meja makan. Mengapa pula dirinya harus membuat janji buka bersama dengan wanita ini? Bukankah istrinya selalu rajin, setia dan dengan penuh iklas menyediakan buka puasa untuknya di rumah? Tiba-tiba ada air hangat merembes dari mata dan mengalir di pipi Gun. Lelaki itu menangis. Ada semacam sesal yang menggedor dinding kesadarannya. Kemudian, suara istri dan anak-anaknya terasa terdengar di telinga. Mereka semua masih setia menunggu dirinya untuk buka bersama di rumah.
Tanpa pamit kepada wanita yang masih di kamar mandi, Gun beranjak keluar dari rumah itu. Masuk ke mobil dan segera putar balik arah. Mantap hatinya unutk segera pulang. Tak seperti biasa, perasaan GUn kali ini menjadi sangat sebel dengan kemacetan lalu lintas. Selama ini selalu saja kemacetan dia manfaatkan untuk alasan pulang terlambat kepada istri dan anak-anaknya. Malam ini ,sungguh dirinya ingin segera sampai di rumah.
Dalam mobil, diantara deretan kemacetan itu ,Gun masih terus menangis. Sesal terhadap laku salahnya selama ini semakin mendera jiwanya. Suara adzan isya terdengar dan jalanan masih saja macet. Gun semakin gelisah. Gun hanya berharap dengan sungguh-sungguh masih ada waktu untuk memperbaiki semua kesalahannya. Berharap dengan sangat, semoga kesadaran itu tidak terlambat.Semoga masih ada waktu untuk bertobat.Semoga momentum puasa dan lebaran tahun ini, menjadikan dirinya mendapat ampunan Tuhan atas niat pertobatan. Tak kalah pentingnya Gun akan meminta maaf dari istrinya atas segala hal yang selama ini dia lakukan di belakangnya. Tentu dengan segala resiko yang harus di terimanya.
*) cerita ini hanya fiksi, jika ada kesamaan cerita, nama dan tempat hanya kebetulan semata
Ajibarang, 21 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H