Mohon tunggu...
Tjiong Kim Shiung
Tjiong Kim Shiung Mohon Tunggu... Programmer - Microblogger: encouraging, inspiring & entertaining

Menulis adalah Anugrah. Selama masih bisa menulis, itu kesempatan yang tak ternilai

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memperingati Natal adalah Memperingati Keluarga

27 Desember 2013   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:26 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lukas 2:51-52

Lalu IA pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.

Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Akhir-akhir ini tidak jarang telinga kita mendengar tentang penganiayaan anak. Seorang psikolog ditanya, apa sebenarnya yang terjadi di bangsa ini?

Jawabannya adalah tidak berfungsinya keluarga. Isu keluarga menjadi isu sentral. Karena keluarga adalah produsen generasi. Apabila generasi yang dihasilkan bergerak ke arah mengkhawatirkan maka yang perlu ditelisik adalah keluarga. Sering kali keluarga yang broken-home, membuat anak-anak kehilangan panutan. Dan ketika anak kehilangan panutan mereka akan berjalan ke arah mana saja yang mereka pikir benar. Dan ini berbahaya apabila, mereka tidak mendapatkan figur yang tepat, karena usia yang masih muda hikmat pun terbatas.

Bukan saja keluarga yang bercerai. Tetapi juga keluarga yang sudah “bercerai” walaupun masih tinggal dalam satu rumah. Ini juga menjadi problem.

Natal bicara tentang keluarga yang berhasil. Yesus Kristus dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Kudus. Anggotanya adalah: Yusuf, Maria dan Yesus sendiri.

Ini bicara tentang keluarga. Yusuf, sebagai kepala keluarga memberikan teladan, sebagai pria yang tidak egois, yang siap meng-cover kondisi Maria istrinya.

Istrinya sudah berbadan dua bahkan sebelum menikah dengan Yusuf, ini merupakan aib di dalam masyarakat Yahudi. Bisa saja, Yusuf meninggalkan kekasihnya itu, demi mempertahankan nama baiknya. Tetapi, dengan rendah hati dan taat, Yusuf merespon tepat Firman Tuhan yang disampaikan kepadanya.

Maria, sebagai ibunda Yesus, merupakan wanita terhormat yang rendah hati dan juga tunduk pada TUHAN-nya. Dan, dia juga sekaligus ibu yang mengasihi anaknya Yesus dengan sepenuh hati. Seringkali digambarkan di Alkitab, Maria menyimpan semuanya di dalam hatinya. Ia sudah melihat Yesus yang tidak seperti anak-anak biasa. Ke-Ilahi-an Yesus bukan sesuatu hal yang selalu menyenangkan buatnya, tetapi sering kali mengkhawatirkan baginya. Karena apa yang dilakukan Yesus sering kali bertentangan dengan pemimpin-pemimpin Agama Yahudi pada zaman itu. Padahal pemimpin-pemimpin tersebut erat kaitannya dengan kekuasaan. Tetapi ia dengan sabar, memilih untuk selalu menyimpan semuanya itu di dalam hatinya, dan terus memberikan kasihnya pada keluarganya.

Sikap kedua bapak ibu ini, adalah contoh yang baik di mana persoalan dalam hubungan tidak menjadikan mereka untuk berhenti mencintai. Yusuf yang sudah tahu istrinya mengandung, dengan segala resiko, ia siap untuk terus mencintai Maria. Maria yang punya resiko ditinggalkan calon suaminya, tetap memilih untuk setia pada TUHAN. Karena tahu bahwa TUHAN adalah satu-satunya junjungannya. Sikap-sikap inilah yang melahirkan generasi yang powerful. Seringkali orang tua jaman sekarang terjebak pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Sibuk bekerja mencari uang demi keluarga. Bukanlah hal yang salah, tetapi kalau porsi pemenuhan kebutuhan rohani jadi berkurang gara-gara mengejar materi, ini yang beresiko. Resiko seperti keluarga jadi telantarkan. Sementara anak-anak tetap butuh kasih sayang, dan perhatian.

Diceritakan di Alkitab, berkat kesabaran dan kerelaan suami istri Yusuf dan Maria, makin besarlah Yesus dan makin bertambah hikmatnya. Di akhir cerita kita tahu, bahwa Yesus adalah TUHAN dan Juru Selamat manusia. Tuhan menggunakan media keluarga untuk mempersiapkan Yesus. Keselamatan manusia di-rencanakan dan disiapkan lewat institusi yang bernama keluarga. Saya percaya bahwa TUHAN sedang mempersiapkan generasi Indonesia yang maju lewat keluarga Anda.  Pastikan bahwa keluarga Anda dan saya melahirkan generasi yang kuat dan dapat diandalkan untuk Indonesia yang lebih maju.

Pada kesempatan ini saya mau mengucapkan Selamat Natal 2013 bagi yang merayakan, sekaligus mengajak untuk kembali kepada keluarga kita masing-masing. Mari kita bangun Indonesia mulai dari keluarga kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun