Mohon tunggu...
Afira Khairunnisa
Afira Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hai! Saya mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi yang memiliki minat pada bidang jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Batu Dakon, Prasasti Berbentuk Congklak Peninggalan Zaman Megalitik

11 November 2023   20:51 Diperbarui: 11 November 2023   20:56 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya letak geografisnya yang strategis diantara dua samudera yaitu Hindia dan Pasifik serta dua benua Asia dan Australia, Indonesia sudah tidak diragukan lagi dengan ragam kebudayaan dan peninggalan-peninggalan bernilai historis. Kebudayaan Nusantara lekat kaitanya dengan tradisi pada zaman megalitik. Tak berhenti sampai disitu, kebudayaan tersebut terus berkembang hingga zaman Sejarah. Menurut sebuah survey yang diterangkan dalam sebuah jurnal, keragaman peninggalan megalitik di Indonesia terdapat 593 situs yang tersebar di 22 provinsi dengan jenis dan jumlah yang beragam disetiap tempatnya. Terkadang temuan – temuan itu pun memiliki banyak kemiripan. Menurut Swastika (2020), kebudayaan megalitik merupakan suatu fenomena yang sifatnya global pada sejarah kebudayaan manusia. Jejak - jejak peninggalan kebudayaan megalitik yang dihasilkan dapat ditemukan di berbagai kawasan dunia, kecuali pada Benua Australia. Ia pun menjelaskan bahwa jejak persebaran kebudayaan megalitik di wilayah Asia Tenggara ditemukan di dua negara yaitu Filipina dan Indonesia.

Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang menyimpan banyak peninggalan masa megalitik dan Prasasti Batu Dakon adalah salah satu peninggalan tradisi megalitik jauh sebelum pengaruh kebudayaan Hindu masuk ke wilayah Nusantara. Batu Dakon adalah batu berlubang atau dakon (pitmarkedstone) merupakan bongkahan batu yang diberi lubang pada bagian permukaannya dengan jumlah lebih dari satu. Istilah ini diberikan oleh masyarakat setempat khususnya di Jawa karena bentuknya menyerupai alat permainan yang disebut dengan dakon. Peninggalan Batu Dakon dapat ditemukan di Kompleks Tugugede dan Kompleks Megalit Salakdatar, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Untuk dapat melihat secara langsung dan otentiknya Prasasti ini, jarak yang harus ditempuh serta akses yang sulit dilalui oleh kendaraan beroda dua dan empat adalah sebuah tantangan. Selain itu fungsi pasti dari Batu Dakon masih menjadi perbincangan. Artikel ini akan membahas mengapa fungsi Batu Dakon masih menjadi sebuah perbincangan dan melihat kaitanya dengan komunikasi serta komunikasi antar budaya.

Batu Dakon merupakan hasil budaya megalitik yang disusun dari batu besar dengan lubang-lubang di sekelilingnya. Kompleks Tugugede sangatlah luas, maka bagianya dibagi menjadi dua yaitu Kompleks Utara dan Selatan. Di pinggiran sawah Kompleks Tugugede Selatan lah, Prasati Batu Dakon ditemukan. Seperti yang dapat dibayangan pada Judul, Batu Dakon rupanya seperti congklak. Batu ini terbuat dari batu jenis andesit dengan sepuluh lubang sedalam 22cm pada bagian atas yang berbentuk datar dan halus. Area bawah yang diganjal dengan batu-batu kecil dan tekstur lubang yang halus menurut peneliti menunjukan bahwa batu ini masih dalam tempatnya yang asli atau biasa disebut in-situ. Selanjutnya di Kompleks Megalit Salakdatar, ditemukan Batu Dakon dengan karakteristik yang hampir sama hanya banyaknya lubang, kedalamanya, dan posisinya yang berbeda. Terdapat 7 lubang dengan kedalaman yang belum diketahui karena berbeda-beda dengan posisi batu setengah tertanam kedalam tanah.

Uniknya, karakteristik Batu Dakon yang ditemukan di Jawa Barat dengan di tempat lain berbeda. Dari segi ukuran lubang, Batu Dakon di Jawa Barat ini lebih besar. Dengan ukuranya yang lebih besar dari pada benda serupa di Sulawesi Tengah, peneliti menerka-nerka bahwa benda ini digunakan untuk sebagai alat upacara khusus yang berkaitan dengan pengagungan roh nenek-moyang atau upacara kesuburan, atau dipergunakan sebagai lumpang penumbuk. Dikutip dari Berita Peninggalan Arkeologi (1977), Rokus Due Awe dan Budi Santosa Azis memperkirakan bahwa Batu Dakon ada yang digunakan sebagai permainan biasa, adapun yang digunakan sebagai alat perhitungan masa tanam, dan perhitungan kesuburan. Sedangkan Joseph Dechellete menyatakan bahwa Batu Dakon di Tugugede terkadang berfungsi sebagai batu pengorbanan dan kadang-kadang sebagai batu peringatan atau paling tidak mempunyai makna keagamaan dan karakter simbolik (Hoop, 1932:141- 2).

Maka dari itu fungsi dari Batu Dakon ini terbagi dalam beberapa versi. Namun saat ini lebih populer disebutkan bahwa batu itu adalah papan permainan anak-anak pada zaman purba, selain itu kalangan ahli prasejarah beranggapan lubang di batu itu berfungsi sebagai tempat sesajian seperti kembang-kembangan atau biji-bijian. Masing-masing lubang bisa berisi barang sesajian yang berbeda-beda. Namun Sebagian besar peneliti mempercayai bahwa fungsi yang terkandung didalam Batu Dakon adalah fungsi ritual yang menyebutkan bahwa batu ini disediakan untuk tempat duduk arwah nenek moyang pada tradisi megalitik dengan maksud agar arwah tersebut memberikan berkah dan keselamatan serta kemakmuran bagi masyarakat pendukungnya.

Jika dikaitkan dengan komunikasi, Batu Dakon ini erat kaitanya dengan komunikasi non-verbal yaitu simbol. Simbol adalah suatu tanda bermakna yang maknanya disepakati oleh banyak orang. Pada zaman megalitik, semua masyarakat paham mengenai nama, fungsi, dan cara penggunaan Batu Dakon sehingga tanpa perlu dituliskan bahwa benda tersebut berrnama Batu Dakon dengan fungsi dan cara penggunaanya seperti apa, masyarakat sudah mengetahuinya karena maknanya sudah disepakati. Seiring berjalanya waktu, makna tersebut terlupakan sehingga makna dari Batu Dakon menjadi semakin ambigu. Kemudian dalam kaitanya dengan komunikasi antar budaya hal ini juga berkaitan dengan salah satu teori perubahan budaya yaitu teori evolusi multilinier yang menjelaskan bahwa terjadinya evolusi kebudayaan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan. Teori ini menyatakan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara perlahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-beda. Dahulu Batu Dakon yang dipercayai sebagai tempat arwah nenek moyang agar memberikan berkah saat ini hanya dijadikan pembelajaran. Hal ini terjadi karena perkembangan manusia yang semakin modern dan meninggalkan kepercayaan animisme dan dinamisme sehingga Batu Dakon sudah tidak relevan lagi untuk digunakan di masa kini.

Maka dapat disimpulkan bahwa peninggalan benda zaman megalitik dengan nama dan jenis yang sama belum tentu berfungsi sama. Diakibatkan oleh karakteristik yang berbeda sehingga peneliti belum menarik kesimpulan akan hal tersebut. Namun pada umumnya peneliti percaya bahwa fungsi Batu Dakon adalah fungsi ritual yang menyebutkan bahwa batu ini disediakan untuk tempat duduk arwah nenek moyang pada tradisi megalitik dengan maksud agar arwah tersebut memberikan berkah dan keselamatan serta kemakmuran bagi masyarakat pendukungnya.  Pada saa itu, Batu Dakon dijadikan simbol tempat arwah yang akan memberikan berkah dan keselamatan, namun seiring berjalanya waktu seperti yang dijelaskan oleh teori evolusi multilinier bahwa manusia kebudayaan terjadi secara berkembang dan bertahap. Manusia berkembang menjadi lebih modern sehingga meninggalkan kepercayaan animism dan dinamisme. Teknologi juga berperan didalamnya sehingga budaya ini ditinggalkan dan menjadi prasasti dalam Sejarah. Nilai budaya & historis peninggalan zaman megalitik yang ada di Indonesia perlu diungkap sebagai aset yang sangat penting. Jika Anda tertarik untuk melihat wujud Batu Dakon dan beragam peninggalan megalitikum serta barang-barang antik, Anda dapat mengunjungi Museum Sri Baduga, tepatnya di Jl. BKR No. 185, Pelindung Hewan, Kec. Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat.

Referensi

IO, NO. (1977). BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI No. 10.

Prasetyo, B. MEGALITIK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun