Istilah "Precision Farming" sering saya temui saat membaca jurnal-jurnal pertanian dari negara maju. Awalnya, terkesan sebagai konsep pertanian yang modern dan canggih. Namun, setelah melihat lebih dalam, ternyata apa yang disebut sebagai "precision farming" di luar negeri sebenarnya sudah diterapkan oleh para petani Indonesia.
Apa Itu Teknologi Precision Farming?
Precision farming berasal dari kata "precision" dan "farming." Precision berarti tepat atau akurat, farming berarti pertanian, sehingga precision farming berarti pertanian yang dilakukan secara tepat.
Dalam teknik budidaya pertanian, kita sering mengenal istilah dosis, baik itu dosis pupuk, pestisida, maupun air. Dosis ini berarti bahwa input produksi harus diberikan berdasarkan dosis rekomendasi yang tepat, tidak lebih, juga tidak kurang, agar tanaman dapat tumbuh dan berbuah secara optimal. Hal baiknya adalah sebagian besar petani Indonesia telah menjalankan dosis rekomendasi ini dengan baik, meskipun terkadang terkendala oleh biaya yang tinggi dan masalah ketersediaan. Dalam teknologi precision farming, semua hal perlu dihitung secara cermat. Ini termasuk dosis pupuk yang tepat, dosis pestisida yang efektif, dan kebutuhan air yang sesuai. Namun, precision farming tidak hanya sebatas pada dosis, semua aspek teknis budidaya dan tahapan budidaya perlu dilakukan secara presisi atau tepat akurat. Hal ini bertujuan agar biaya usahatani dapat efisien dan produktivitas dapat mencapai maksimal, sehingga risiko kegagalan usahatani bisa diminimalisir.
Teknik budi daya kurang presisi Presisi yang dimaksud di sini adalah bertani dengan teknik yang benar dan tepat guna. Di lapangan, pertanian dilakukan berdasarkan naluri dan pengalaman. Jarang sekali petani di Indonesia yang berasal dari kalangan terdidik yang sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang pertanian. Misalnya, pemberian pupuk dengan dosis yang tepat, penanganan hama yang benar, ataupun proses pasca panen yang seharusnya dilakukan sehingga nilai jual produk lebih tinggi. Selain itu, benih yang digunakan sebagai bahan tanam bukanlah benih bersertifikat. Idealnya, pemerintah melalui kelembagaan pertanian melengkapi pengetahuan masyarakat tani dengan menurunkan penyuluh pertanian. Benar, program ini sudah berjalan. Namun, tak jarang pula, penyuluh kurang menguasai masalah pertanian itu sendiri. Alhasil, petani pun bersikeras dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Beberapa Contoh Praktek Pertanian Presisi
- Pemilihan Lokasi Tanam : Salah satu aspek pertanian presisi adalah pemilihan lokasi tanam yang tepat, sesuai dengan zona iklim tanaman. Misalnya, tanaman strawberry lebih cocok di dataran tinggi daripada di dataran rendah. Pemilihan lokasi harus memperhatikan faktor-faktor seperti ketersediaan air, paparan sinar matahari, ketiadaan penyakit endemik, dan keamanan dari pencurian.
- Pemilihan Benih : Penting untuk memilih benih yang unggul, yaitu benih yang produktif, tahan terhadap hama dan penyakit, serta sesuai dengan preferensi pasar.
- Pengaturan Sistem Tanam/Cara Tanam : Teknik budidaya yang tepat, seperti sistem tanam jajar legowo atau penggunaan mulsa, dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko serangan hama dan penyakit.
- Pengolahan Tanah : Tanah perlu diolah dengan benar, termasuk penambahan pupuk organik dan dolomit untuk menjaga pH optimal.
- Pengaturan Jadwal Tanam : Penentuan waktu tanam harus memperhitungkan ketersediaan air, curah hujan, dan risiko serangan hama penyakit.
- Pengaturan Irigasi : Penggunaan teknologi irigasi tetes atau fertigasi dapat membantu menghemat air dan waktu.
- Pemupukan Tepat Berimbang : Pemupukan harus mengikuti dosis anjuran dan kebutuhan tanaman, menghindari penggunaan berlebihan yang tidak efisien.
- Pengendalian Hama Penyakit : Pengendalian hama dan penyakit perlu dilakukan dengan tepat dosis, waktu, dan metode yang sesuai.
- Teknik atau Cara Panen : Teknik panen yang tepat dapat mengurangi kerugian panen dan mempertahankan kualitas hasil.
Berikut adalah contoh kasus yang berhubungan dengan pascapanen dalam pertanian:
Contoh Kasus: Pengelolaan Pascapanen pada Tanaman Padi
- Latar Belakang :
Seorang petani bernama Maya telah berhasil panen padi dari lahan pertaniannya. Namun, dia menyadari bahwa pengelolaan pascapanen juga merupakan langkah penting untuk memaksimalkan hasil dan menjaga kualitas beras yang dihasilkan.
- Masalah :
Maya tidak memiliki rencana pascapanen yang terorganisir. Setelah panen, beras yang dipanen masih perlu diproses, disimpan, dan didistribusikan. Maya belum tahu bagaimana melakukan langkah-langkah ini dengan efektif.
- Dampak:
1. Kehilangan Kualitas : Jika beras tidak diproses dengan benar setelah panen, kualitas beras dapat menurun akibat serangan hama atau kelembaban berlebih.
2. Kehilangan Kuantitas : Penyimpanan yang tidak tepat dapat menyebabkan beras menjadi rusak atau bahkan hilang, mengakibatkan kerugian ekonomi.
3. Keterlambatan Distribusi : Jika distribusi beras ke pasar atau konsumen tertunda, ini dapat mengurangi nilai jual dan peluang untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
- Solusi :
Maya dapat mengambil langkah-langkah berikut untuk mengelola pascapanen dengan lebih baik:
1. Pengeringan: Setelah panen, beras perlu dijemur untuk mengurangi kadar air. Ini mengurangi risiko kerusakan oleh jamur dan serangga.
2. Pembersihan dan Pemilahan: Pilih beras yang sehat dan baik untuk penyimpanan. Hilangkan biji yang rusak atau cacat.
3. Penggilingan: Beras biasanya masih memiliki kulit luar yang perlu dihilangkan melalui proses penggilingan.
4. Penyimpanan yang Tepat: Simpan beras dalam wadah yang kedap udara untuk menghindari serangan hama atau kelembaban.
5. Distribusi yang Efisien: Jika Maya berencana menjual berasnya, pastikan distribusi dilakukan dengan cepat dan efisien.
6. Mengelola Sisa Tanaman: Sisa tanaman setelah panen (jerami) bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau sebagai bahan kompos untuk tanah.
7. Pelatihan dan Pengetahuan: Mencari informasi atau pelatihan tentang pengelolaan pascapanen yang lebih baik dari sumber yang dapat dipercaya.
Dengan mengelola pascapanen secara efektif, Maya dapat memaksimalkan hasil panennya, menjaga kualitas beras, dan menghindari kerugian ekonomi yang mungkin terjadi akibat kekurangan pengelolaan setelah panen.
Meningkatkan presisi dalam budidaya sayur konvensional bukan hanya tentang melindungi lingkungan, tetapi juga tentang memastikan ketersediaan makanan bagi generasi mendatang. Dengan menerapkan praktik-praktik pertanian presisi yang telah lama ada, kita dapat menjaga masa depan pertanian yang berkelanjutan. Petani Indonesia telah melangkah ke arah yang benar dengan menjalankan praktik-praktik presisi ini. Dengan terus meningkatkan kesadaran dan penggunaan teknologi yang tepat, kita bisa memperbaiki lebih lanjut produktivitas pertanian dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Semua ini adalah upaya bersama kita untuk menjaga dan menciptakan pertanian yang lebih berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H