Mohon tunggu...
Aliyya Zikrina
Aliyya Zikrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

A student with a big dream

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dukungan Masyarakat Dunia Untuk Palestina yang Telah Lama Tertunda

4 April 2024   13:56 Diperbarui: 4 April 2024   14:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada akhirnya, kedua belah pihak baik Israel maupun Palestina sama-sama mengalami dampak dari peristiwa ini, meskipun Palestina bisa dibilang sebagai pihak yang terkena dampak paling mengenaskan dalam konteks ini. Hal ini dikarenakan kehidupan mereka benar-benar diguncang akibat peristiwa ini, membuat mereka mengalami depresi kehilangan segalanya baik material dan keluarga mereka, terpaksa tinggal di tenda pengungsi, dan sangat bergantung pada PBB serta negara-negara Arab tetangga tempat mereka mengungsi. Berbagai negara Arab tersebut juga turut mengalami krisis ekonomi dikarenakan harus menanggung pengungsi Palestina, sebagaimana terjadi di Lebanon dan Yordania. Warga Yahudi Israel, di sisi lain, semakin berkembang pesat dibalik marginalisasi warga Palestina. Israel berhasil mendapatkan tanah yang mereka mau, pengakuan kemerdekaan secara de facto oleh beberapa negara seperti Hungaria pada Juni 1948 dan Rumania pada Juli 1948, serta pembentukan Green Line pada Januari 1949 yang semakin memberikan dasar legal atas wilayah yang telah mereka duduki dan memberikan banyak ruang bagi imigran Yahudi untuk menetap dan membangun hidup mereka dengan nyaman.

Kedua peristiwa tersebut kemudian hanya menjadi permulaan untuk penderitaan Palestina selama tahun-tahun yang akan datang. Bahkan setelah Israel berhasil menguasai tanah Palestina sebagaimana keinginan mereka, Israel tetap melakukan penindasan terhadap warga Palestina yang sudah tersebar di berbagai negara Arab, serta terpisah satu sama lainnya mulai dari West Bank hingga Gaza. Sejak saat itu, kehidupan warga Palestina bergantung pada otoritas pemerintahan Israel. Berbagai aktivitas, pergerakan, hingga pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian dan penghasilan mereka dikontrol dengan semena-mena oleh Israel. Bahkan sewaktu pandemi Covid-19 mendunia, warga Israel sebagai pemerintah yang berkuasa menolak memberikan vaksin pada warga Palestina hingga membatasi berbagai akses mereka terhadap pengobatan dan tindakan medis yang memadai.

PERSPEKTIF ORIENTALISME DALAM MELIHAT ISU PALESTINA-ISRAEL

Setelah semua yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, tentunya akan timbul banyak pertanyaan mengenai, "Mengapa hal tersebut dibiarkan terjadi?" "Apa dasar negara-negara Barat seperti Amerika dan Inggris untuk terus memberikan dukungan terhadap Israel?" "Mengapa dunia membiarkan hal ini terjadi begitu saja?" 

Pandangan Orientalisme yang dipopulerkan oleh Edward Said melalui bukunya dengan judul yang sama dapat memberikan pemahaman mengenai berbagai pertanyaan tersebut. Said menjelaskan bahwa orientalisme merupakan pandangan bangsa Barat dalam melihat bangsa Timur, dimana bangsa Barat menganggap dirinya sebagai bangsa yang lebih superior terhadap bangsa Timur.  Said mengilustrasikan bagaimana bangsa Barat membentuk dikotomi istilah "us" untuk merujuk pada bangsa Barat dan istilah "them" yang merujuk pada bangsa Timur atau yang disebut bangsa Oriental. Said berargumen selama ini, suara para pihak Oriental dibentuk dan dibicarakan melalui kalimat/perspektif Barat. Hal ini dilakukan oleh Barat yang sudah sejak lama menuliskan karya-karya tentang bangsa Oriental dengan penekanan pada atribut budaya dibandingkan pada masyarakatnya tersendiri. Sebagai akibat dari penekanan pada atribut budaya ini, karya-karya awal tentang bangsa Oriental tersebut mendeskripsikan Orientalisme sebagai sarana untuk mengkategorisasikan, mengontrol bangsa Oriental untuk "menjinakkan" (to domesticate) mereka, seakan-akan bangsa Barat yang lebih berpengetahuan tentang bangsa Oriental tersebut dibandingkan masyarakat Oriental itu sendiri. Perspektif Orientalisme yang dibawakan oleh bangsa Barat menjadi sangat berbahaya apabila kita mengingat bahwa mereka berada dalam posisi kekuatan dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dan memiliki kekuatan yang benar-benar dapat mengancam keselamatan dan keamanan bangsa Oriental.

Untuk memperjelas narasi ini, Said memberikan contoh konkret dalam pidato Arthur Balfour sendiri (pencetus Deklarasi Balfour) pada 13 Juni 1910 dalam justifikasi penyelesaian permasalahan Inggris di Mesir. Pidato Balfour ini, berdasarkan analisis Said, memperlihatkan bagaimana ia menganggap bahwa Barat lebih rasional daripada Timur, dan oleh karena itu berhak untuk mendominasi bangsa Timur. Atau dalam bahasa Said sendiri:

"The argument, when reduced to its simplest form, was clear, it was precise, it was easy to grasp. There are Westerners, and there are Orientals. The former dominate; the latter must be dominated, which usually means having their land occupied, their internal affairs rigidly controlled, their blood and treasure put at the disposal of one or another Western power."

"Argumennya (Balfour), apabila dilihat dari bentuk yang paling sederhananya, sudah jelas dan tepat serta mudah dipahami. Ada bangsa Barat, dan ada bangsa Oriental. Bangsa yang pertama mendominasi, yang kedua harus didominasi, yang mana termasuk menggunakan tanah mereka (milik bangsa Oriental), mengontrol urusan internal mereka, dan menggunakan darah serta harta mereka untuk bangsa Barat."

Hal ini memperlihatkan bagaimana bangsa Barat (termasuk Amerika dan Inggris) menjustifikasi segala tindakan mereka terhadap bangsa Oriental, yaitu salah satunya yang berada di Timur Tengah, hingga saat ini. Dalam kasus Palestina dan Israel sendiri, pandangan Orientalisme ini menunjukkan bahwa segala genosida dan pembantaian yang dilakukan oleh Israel yang utamanya mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat, mendapatkan justifikasinya dengan menganggap bahwa mereka bangsa yang berhak mendominasi Palestina sebagai bangsa Oriental. 

Karya Said ini selain menjadi bahan diskusi mengenai Orientalisme untuk masa yang akan datang kedepannya juga sebenarnya menjawab/mengkritik karya yang telah ada sebelumnya, yaitu teori Huntington mengenai Clash of Civilization atau Benturan Peradaban yang menurut Huntington terjadi pasca Perang Dingin. Huntington menyebut bahwa ada suatu "substitute paradigm" dimana ia berargumen bahwa konflik yang akan terjadi di masa depan akan seterusnya dipengaruhi oleh perbedaan agama dan budaya, yang maka dari itu akan semakin kental dengan pertumpahan darah dan lebih destruktif. Huntington juga memiliki perspektif bahwa benturan peradaban yang terjadi seterusnya adalah antara peradaban Barat dan Timur atau peradaban Eropa/Amerika dan peradaban Islam. 

Bagi para Orientalis di era kontemporer ini, penekanan mereka pada konsep benturan peradaban telah menghilangkan Orientalisme tradisional yang dulu memandang Timur sebagai pihak "them" yang sunyi, dan perlu didominasi oleh bangsa Barat, kini menjadi lebih aktif dan tidak lagi bisu. Perspektif Orientalisme ini sejalan dengan bagaimana dukungan dari publik sudah semakin mengarah ke dukungan terhadap Palestina, membuat Palestina memiliki peluang yang semakin besar untuk menghadapi konfliknya dengan dukungan dan sorotan yang lebih luas dari masyarakat global. Sebagaimana Omar Suleiman berkata bahwa Perang Israel terhadap Palestina mungkin masih jauh dari selesai, namun Israel sudah kalah dalam perang opini publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun