Mohon tunggu...
Aliyya Zikrina
Aliyya Zikrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indonesia

A student with a big dream

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dukungan Masyarakat Dunia Untuk Palestina yang Telah Lama Tertunda

4 April 2024   13:56 Diperbarui: 4 April 2024   14:42 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada bulan Januari 2024, The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research mempublikasikan surveinya tentang pendapat orang dewasa Amerika Serikat dalam melihat respons Israel terhadap Kejadian 7 Oktober di Gaza. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa setengah dari orang dewasa Amerika Serikat merasa bahwa militer Israel sudah kelewatan dalam melancarkan serangan mereka di Gaza, dengan hanya 31% orang yang masih menyetujui tindakan Israel tersebut. Angka ini menunjukkan peningkatan drastis dari survei sebelumnya mengenai topik yang sama yang dikeluarkan pada November 2023, yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang dewasa di Amerika Serikat terlepas dari preferensi dan pandangan politik mereka merasa bahwa tindakan Israel terhadap Gaza sudah tepat, atau bahkan masih belum terlalu jauh. Tidak hanya Amerika, tetapi dukungan dunia terhadap Israel juga mengalami penurunan drastis pada periode yang sama. Cina, Afrika Selatan, Brazil, dan beberapa negara di Amerika Latin yang sebelumnya memandang Israel secara positif mulai merubah pandangannya. Negara-negara maju lainnya juga terlihat mengalami pergeseran pendapat yang sama. Tingkat dukungan terhadap Israel di Jepang memburuk dari yang awalnya -39,9 menjadi -62,0; di Korea Selatan dari -5,5 menjadi -47,8; dan di Inggris dari -17,1 menjadi -29,8.

Perubahan pandangan ini perlu dilihat sebagai pencapaian besar dalam menanggapi isu Palestina yang sudah berlangsung sejak lama. Pada akhirnya, semua peristiwa setelah tanggal 7 Oktober telah mengungkapkan kepada masyarakat global mengenai fakta sesungguhnya dan siapa yang sebenarnya menjadi korban dalam konteks ini. Perubahan pandangan juga tidak hanya terlihat melalui angka, tetapi juga ditunjukkan melalui berbagai tindakan nyata yang satu per satu bermunculan sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina.

Berbagai tindakan nyata untuk mendukung Palestina dapat dilihat misalnya dari; demonstrasi Pro-Palestina di seluruh dunia yang dihadiri hingga ratusan ribu masyarakat untuk memprotes keputusan Israel yang berjanji untuk melanjutkan serangannya di Rafah, beredarnya beberapa tagar populer di media sosial seperti From the River to the Sea, Palestine Will Be Free dan #WeAreNotSilenced; pemboikotan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel seperti Starbucks dan McDonalds, dan tindakan pembakaran diri oleh seorang tentara AU Amerika Serikat yaitu Aaron Bushnell di depan Kedutaan Besar Israel yang terletak di Washington DC untuk memprotes tindakan pemerintahannya terhadap warga Palestina. Sebelum ia membakar dirinya, Bushnell meneriakkan "Free Palestine", dan tindakannya ini berhasil menarik dan mempertahankan perhatian publik terhadap isu di Palestina serta segala kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel dengan dukungan pemerintahan administrasi Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Joe Biden.

Isu Palestina-Israel ini bahkan telah menarik perhatian banyak selebriti dan figur publik untuk turut angkat suara terkait pandangan dan pendirian mereka. Beberapa diantaranya, terutama mereka yang berkarir di bidang seni, bergabung dalam suatu gerakan bernama Artists4Ceasefire yang menunjukkan keprihatinan mereka dan mendesak Presiden Amerika Serikat Joe Biden melalui sebuah surat terbuka untuk menyerukan dan memfasilitasi gencatan senjata tanpa penundaan, serta untuk mengakhiri pemboman di Gaza dan pembebasan sandera secara aman. Surat tersebut ditandatangani banyak figur berpengaruh dalam dunia seni seperti Cate Blanchett, Bella Hadid, Channing Tatum, Rachel McAdams, Sandra Oh, Oscar Isaac, Priyanka Chopra, dan masih banyak lagi. Komunitas ini juga memiliki pin tersendiri yang berbentuk telapak tangan berwarna merah dengan simbol hati hitam di tengahnya yang menunjukkan solidaritas mereka dan dukungan tiada henti terhadap isu Palestina-Israel. Beberapa selebriti terlihat menggunakan pin tersebut pada acara-acara besar yang mereka datangi seperti Ramy Youssef dan Mark Ruffalo ke acara penghargaan Oscars serta Joe Alwyn dan kelompok musik boygenius ke acara penghargaan musik. 

Namun, dibalik keunggulan narasi mereka di media sosial, ada sejarah panjang dan kelam sebelum mereka pada akhirnya dapat sampai pada tahap ini. Untuk memahami kompleksitas situasi ini, penting untuk memahami terlebih dahulu berbagai kronologi yang menjadi latar belakang mengapa isu ini menjadi sangat pelik sebagaimana yang terjadi saat ini, serta untuk lebih mendalami  mengapa sorotan dan dukungan terhadap Palestina ini sebenarnya merupakan sesuatu yang telah lama tertunda bagi mereka.

SEJARAH HUBUNGAN PALESTINA-ISRAEL SEBELUM 7 OKTOBER

Peristiwa perang antara Palestina dan Israel yang sekarang lebih pantas disebut genosida terhadap masyarakat Palestina sebenarnya tidak dimulai pada 7 Oktober 2023. Peristiwa 7 Oktober, yaitu ketika pasukan Hamas melancarkan serangan balik terhadap pasukan militer Israel merupakan respons yang sebenarnya cukup masuk akal apabila kita melihat bagaimana Israel telah memperlakukan warga Palestina sejak berpuluh tahun yang lalu. 

Peristiwa yang bisa dibilang menjadi titik utama dalam memahami sejarah panjang antara Palestina dengan Israel adalah Deklarasi Balfour, yang kemudian menjadi salah satu dasar terjadinya Peristiwa Nakba tahun 1948. Deklarasi Balfour sendiri adalah sebuah sebuah janji publik Inggris pada tahun 1917 yang menyatakan tujuannya untuk mendirikan "rumah nasional bagi orang-orang Yahudi" di Palestina. Deklarasi ini tercantum dalam surat dari Perdana Menteri Inggris pada saat itu, Arthur Balfour, kepada Lionel Walter Rothschild, tokoh komunitas Yahudi di Inggris. Diantara banyak karya literatur berbeda yang membahas tentang latar belakangnya, ada beberapa hal yang secara umum disetujui oleh para akademisi mengenai tujuan diisukannya Deklarasi Balfour ini. Yang pertama, mempertahankan kontrol atas wilayah Palestina merupakan strategi untuk menjaga agar Inggris dapat mempertahankan pengaruhnya di Terusan Suez dan daerah Mesir. Yang kedua, Inggris harus Inggris harus memihak kaum Zionis demi mendapatkan dukungan di kalangan Yahudi di Amerika Serikat dan Rusia, dengan harapan kalangan tersebut dapat mendorong pemerintah mereka untuk tetap berperang sampai menang. Yang ketiga, deklarasi ini dikeluarkan sebagai akibat dari lobi oleh Zionis yang intens dan hubungan yang kuat antara komunitas Zionis di Inggris dan pemerintah Inggris, dimana beberapa pejabat di pemerintahan Inggris sendiri adalah Zionis. Yang terakhir adalah karena penderitaan orang-orang Yahudi yang dipersekusi di Eropa membuat pemerintah Inggris bersimpati terhadap penderitaan mereka.

Tentunya banyak pihak menentang adanya Deklarasi Balfour ini. Seorang figur politik Palestina pada saat itu, Awni Abd al-Hadi, mengatakan bahwa deklarasi tersebut dibuat oleh seorang asing dari Inggris yang tidak memiliki klaim atas Palestina, untuk diberikan kepada orang Yahudi yang juga tidak memiliki hak atas tanah Palestina. Namun, meskipun mendapatkan penentangan dari banyak penduduk lokal yang mendiami tanah tersebut, Inggris tetap memfasilitasi imigrasi warga Yahudi secara besar-besaran ke tanah Palestina pasca dikeluarkannya Deklarasi Balfour. Hal ini membuat populasi Yahudi melonjak secara drastis, dari yang awalnya hanya kurang dari 10% sebelum tahun 1917, menjadi hampir 27% dari total keseluruhan populasi pada kurun waktu 1922 - 1935. Peristiwa imigrasi besar-besarain ini dilihat sebagai salah satu sebab utama yang memungkinkan terjadinya Peristiwa Nakba pada tahun 1948. 

Peristiwa Nakba sendiri adalah pembersihan etnis yang dilakukan oleh Israel supaya mereka bisa mendirikan negara mereka yang independen di tanah yang sebenarnya adalah milik Palestina. Israel melakukan klaim atas tanah Palestina sebagai tanah yang dijanjikan untuk mereka sebagaimana terdapat dalam Old Testament (Perjanjian Lama) Bab Kejadian ayat 1-20. Peristiwa ini terjadi pasca dikeluarkannya resolusi oleh Sidang Umum PBB yang membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk Israel dan satu untuk Arab. Negara-negara Arab menolak resolusi ini dengan argumen bahwa resolusi tersebut tidak adil dan melanggar nilai-nilai Piagam PBB. Sebagai balasannya, pasukan militer Yahudi yang mendapatkan pelatihan oleh Inggris melancarkan serangan atas desa-desa di Palestina, yang kemudian dengan cepat berujung menjadi perang besar-besaran pada tahun 1948 yang disebut sebagai peristiwa Nakba tersebut.

Peristiwa pembersihan etnis Palestina pada tahun 1948 ini tercantum dalam Rencana Dalet, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama pada November 1947 - Maret 1948 yang menandakan fase awal pembersihan etnis, tahap kedua pada Maret 1948 - Mei 1948 yang dilakukan hampir bersamaan dengan persiapan kemerdekaan Israel dan Inggris menarik pasukan mereka, dan tahap ketiga pada Juni 1948 - Januari 1949 yang mengharuskan penyelesaian pembersihan etnis demi kestabilan negara Israel. Rencana Dalet ini merupakan salah satu bentuk kejahatan perang karena tujuan utamanya adalah untuk menyerang dan mendapatkan wilayah Arab dengan cara-cara yang merusak dan mematikan, tanpa memedulikan aturan perang pada umumnya yang mewajibkan bahwa penduduk sipil harus dilindungi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun