Tukang becak mulai berpolitik sudah biasa, bahkan ada yang mencalonkan diri jadi caleg, Miskliono, seorang tukang becak motor di Binjai, Sumatera Utara menjadi Caleg dari Partai Demokrat pada pileg 2014 kemarin. Berbeda di Solo, daerah yang memiliki basis massa PDI-P yang kuat ini muncul suara keprihatinan atas sikap para elemen bangsa yang tidak menyatu untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.
Abang becak di Solo mulai prihatin atas keretakan hubungan SBY dan Megawati , mereka yang notabene wong cilik ini menggelar aksi memerankan Ketua Umum Partai Demokrat SBY dan Ketua Umum PDIP Megawati, dengan menutup wajah dengan topeng bergambar wajah Ibu Megawati dan Pak SBY. Kemudian dengan becak dibawa mengelilingi jalan sepanjang ruas city walk, sambil menyapa dan melambaikan tangan kepada pengguna jalur lambat. Keduanya tampak menunjukkan kemesraan dan keharmonisan.
[caption id="attachment_333926" align="aligncenter" width="300" caption="merdeka.com"][/caption]
Sudharmono yang mengenakan topeng SBY mengatakan aksinya tersebut dilakukan sebagai wujud keprihatinan rakyat kecil di Solo, atas ketidakharmonisan hubungan beberapa elite politik. Dirinya dan warga akan bahagia jika para elite politik kembali rujuk. "Kami rakyat kecil berharap pertemuan Mega-SBY bisa membuat mereka akur. Walaupun pertemuan keduanya hanya dalam rangkaian lobi-lobi politik jelang pilpres," ujarnya.
Handoyo, abang becak lainnya berharap silaturahmi antar elite politik di Jakarta ini terus berlanjut hingga pemilihan presiden  usai. Sehingga suhu politik tidak panas dan rakyat kecil bisa hidup adem ayem. "Kami rakyat kecil terus mendambakan adanya keakraban di antara tokoh politik. Dengan begitu, pelaksanaan pilpres pasti akan berjalan damai dan lancar," ujarnya.
Sejak pecah kongsi di pemerintahan, lalu bersaing di Pemilu Presiden 2004, keduanya tampak tidak pernah akrab. Sekadar bertemu dan menjalin komunikasi pun sangat sulit. Kalaupun bertemu, itu pun dilakukan dalam suasana 'terpaksa'. Menurut informasi, selama 10 tahun terakhir atau selama SBY menjadi presiden, keduanya hanya tujuh kali bersalaman.
Pada titik ini, Megawati harus benar-benar harus berhitung. Satu perlakuan yang tak pantas dapat berakibat negatif pada Megawati, dan sebaliknya SBY mendapat simpati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H