[caption id="attachment_331065" align="aligncenter" width="256" caption="sumber: http://tips-menghilangkan-stress.blogspot.com"][/caption]
Pemilu legislatif tengah berlangsung penghitungannya, tentu dalam setiap pemilihan ada saja yang kecewa. Hasil tidak sesuai dengan keinginan atau tidak sesuai dengan survei yang pernah dilakukan lembaga tertentu menjadi sumber kekecewaan yang cukup membebani para calon legislatif dari partai peserta pemilu.
Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta kepada semua peserta pemilu , yakni partai politik maupun calon anggota legislatif agar dapat lapang dada untuk menerima apapun hasil yang didapatnya dalam Pemilu kali ini, saya anggap cukup beralasan. Â Tentu banyak para calon legislatif yang kecewa pada hasil akhir pemilihan kali ini.
Para calon legislatif yang sudah menyetorkan dana pada partai dengan jumlah yang sangat besar apabila kalah dalam pemilihan tentu akan membebani pikiran, kalau dana pribadi, harta yang dikumpulkan bertahun-tahun terkuras bahkan habis. Lebih berbahaya lagi bila dana tersebut berasal bukan dari dana pribadi melainkan pihak lain, atau tim sukses calon tersebut. Tentunya bila dalam perjanjian harus dikembalikan, akan menguras harta pribadi, bila tidak cukup untuk mengembalikan bisa langsung stress dan pada akhirnya sakit jiwa.
Bisa jadi jumlah penderita sakit jiwa akan meningkat akibat pemilu legislatif ini, karena stress bermunculan akibat kekalahan dalam pemilihan dan jalanan perkotaan hadir manusia-manusia dengan tatapan mata kosong, berbadan kotor, tidak terurus, pakaian compang-camping, bicara tidak teratur dan tidak jelas. Sesekali memungut makanan dari tempat pembuangan sampah, setelah dikenali mereka-mereka ini adalah calon-calon yang kalah dalam perhitungan suara.
Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja berbeda-beda. Dalam menghadapi stressor yang sama, tingkat atau konsekuensi stres yang dialami bisa berbeda. Ada yang bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks dan fokus. Ada pula yang panik dan tegang, bahkan sakit jiwa.
Dalam situs Tribunnews pengalaman pada pemilu sebelumnya, bila dilihat dari kurve normal, bila ada 100 caleg, tiga puluh orang akan mengalami masalah gangguan jiwa, kataTeddy Hidayat, Psikiater dari RSUP Hasan Sadikin Bandung. Menurut Teddy Hidayat, pada pileg lima tahun lalu, ia pernah menangani pasien dari caleg yang tidak terpilih. Kondisi seperti itu karena caleg dihadapkan pada situasi yang tidak menyenangkan, seperti sudah berupaya keras agar terpilih, ditambah mengeluarkan uang banyak untuk kampanye dan lain-lain.
Menurut Teddy, harus ditanamkan pemahaman bahwa menjadi caleg bukanlah segala-galanya dan jangan mempertaruhkan semua agar bisa terpilih. Para caleg perlu pemeriksaan fisik dan mental yang benar. Pihaknya menilai selama ini pemeriksaan caleg sifatnya formalitas.
Memang sebelumnya partai politik baiknya mengajukan sejumlah nama yang akan diusung untuk dilakukan pemeriksaan yang sesuai standar tes kejiwaan. Setelah itu, hasil pemeriksaan bisa dijadikan rekomendasi untuk meloloskan caleg tersebut apakah terus maju dalam pemilihan atau tidak. Sebelumnya perlu dilakukan manajemen stres yaitu, kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik. Ini perlu dilakukan untuk tahun-tahun mendatang.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H