Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tiwas "Geger Genjik"

29 April 2021   09:01 Diperbarui: 29 April 2021   09:07 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiwas "Geger Genjik"

JC Tukiman Tarunasayoga

            Percakapan sehari-hari sering tidak dapat dipisahkan dari munculnya frase khas untuk melukiskan suatu keadaan yang konkrit sedang terjadi. Salahsatu contoh teranyar tentulah terkait dengan  betapa cingak (kecele lan gumun)- nya banyak orang atas pelantikan dua Menteri baru dalam Kabinet Indonesia Maju, yakni  Bapak Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi, dan Bapak Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan,-  Riset  Teknologi; serta dua pejabat Negara Kepala BRIN dan Dewas KPK.  Betapa tidak cingak? Sebelum terjadi pelantikan (Rabu, 28 April 2021),  reshuffle kabinet menjadi topik pembahasan paling  heboh terutama  di medsos. Frase yang paling  pas untuk melukiskan kehebohannya tentulah  geger genjik.

            Bacalah geger sebagaimana Anda mengucapkan: "Dia semalam teler, kemana-mana membawa ember karena menderita  beser." Arti geger ialah ramai, juga dapat berkonotasi perang, huru-hara, atau pun sedang terjadi kekacauan. Geger juga dapat semakna dengan heboh. Sedang genjik itu nama anakan celeng atau babi hutan. Frase geger genjik mengibaratkan betapa hebohnya suatu topik pembahasan itu diperbincangkan; betapa  ramai banget suaranya,  seramai "persaingan dan perkelahian" antar anak-anak celeng ketika berebut makanan atau pun puting induknya.  Geger genjik.

            Sementara itu, jika seseorang mengatakan: "Wah tiwas ........." itu mengungkapkan sedikit atau bahkan banyak rasa kecewa berhubung apa yang terjadi tidak sesuai dengan harapan atau jerih payahnya selama ini. Frase tiwas geger genjik  menyiratkan betapa sangat  kecewanya, -tentu beberapa orang saja- karena selama ini sudah sekuat tenaga "menggiring" opini masyarakat  sedemikian rupa,  seperti yang namanya "M" pasti akan terpental dari cabinet Indonesia Maju bersamaan dengan sekurangnya tujuh orang lainnya yang konon disebut-sebut layak  kena reshuffle. Apa yang ternyata terjadi kemarin? "Sudah aku bela-belain geger genjik," begitu kini bergemuruh gumam orang-orang kecewa itu. Kemarin-kemarin, "analisis"  mereka membuat segalanya seolah bergemuruh nan menggelegar sampai-sampai tidak segan-segannya menyebut sejumlah nama yang dianggap "layak direshuffle." Jebul, kecewalah kini. Tiwas geger genjik.

            Satu hal sangat menarik dari cingak-nya orang-orang atas "reshuffle kecil" kemarin, ialah adanya kebiasaan dalam kohesi masyarakat kita, -terutama yang berkaitan dengan pergantian pejabat- , sangat ramai penuh ingar binger di depan, namun  setelah  (diputuskan/dilantik) lalu sepi nyenyet, silent night. Dan memang yang selalu heboh dan terus heboh (sebelumnya) ialah reshuffle kabinet; padahal, -maaf seribu maaf- , setelah tersusun komposisinya, ada saja yang nyeletuk, semisal: "Gajiku kalah besar dari tukang martabak."

            Selanjutnya, tentu wajarlah kalau banyak orang bertanya-tanya, mengapa sebelum terjadi (terpilih atau terlantik)  hebohnya benar-benar heboh bak geger genjik, namun setelah terjadi (orang yang terpilih itu menduduki jabatan), gentian dialah yang cingak, .............lho gajiku segini aja?

            Lagi-lagi tiwas geger genjik. Jebule, mereka yang geger genjik di awal-awal sebelum  seseorang atau beberapa orang terpilih/terlantik namun lalu cingak penuh kecewa setelahnya, ternyata adalah "orang-orang luar" yang sarat kepentingan. Mereka mati-matian menyuarakan pendapatnya karena ada kepentingan yang dianggapnya "besar" serta strategis. Sementara itu, mereka yang cingak bertanya-tanya (kecewakah, dikau??) berkaitan dengan kecilnya remunerasi, justru "orang dalam," atau bahkan yang bersangkutan.

Simpulannya, sangat mungkin terjadi dobel tiwas geger genjik, yakni yang "di luar sana," dan boleh jadi yang "di dalam sini."  Namun apa pun dan pihak siapa pun yang cingak padahal sudah telanjur geger genjik, mari kita dukung dengan doa orang-orang yang memang sudah terpilih/terlantik itu. Wahai "orang-orang luar," hentikanlah hebohmu dan dukunglah mereka. Wahai "orang dalam," segera tancam gaslah, sekali pun gajimu kecil, upahmu besar di surge!

-0-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun