Bayangkan, kamu hanyalah seorang siswa biasa, atau mungkin kamu adalah seorang guru, dokter, atau profesi apapun. Suatu hari, kamu dipaksa ikut segerombolan tentara pemerintah, bersama dengan sanak saudara, teman-teman dan orang-orang yang mungkin tidak kamu kenal. Kamu dibawa ke sebuah sekolahan dan dipasung layaknya tahanan. Kamu dipanggil satu persatu ke sebuah kamar dan dipaksa mengakui hal yang tidak kamu ketahui dan tidak kamu lakukan. Dan pada akhirnya kamu beserta rombongan lain diangkut kembali dengan mobil militer dalam keadaan mata tertutup. Begitu kamu tiba, kamu dipaksa berjalan beriringan menuju sebuah lokasi dimana akhirnya kamu meregang nyawa… Good Morning Phnom Penh, Ini adalah hari pertama saya di Phnom Penh, sekaligus akan menjadi hari terakhir karena besok saya akan melanjutkan perjalanan saya ke Siem Reap. Di hadapan saya sudah hadir seorang pria yang akan menyewakan motornya kepada saya. Saya memang berencana akan melakukan city tour sendirian dengan berkendara motor. Nggak takut nyasar? Well, been there done that all the time, kenapa harus takut, hehe. Setelah selesai berurusan dengan administrasi sewa menyewa, saya tinggalkan paspor saya dan melaju manis dengan motor sewaan. Tujuan utama saya berada di Phnom Penh adalah mengunjungi dua buah lokasi pembunuhan massal–genosida–yang sempat terjadi pada masa pemerintahan Khmer Merah. Dimulai dari sekitar tahun 1975 hingga 1979, setelah berhasil menggulingkan rezim Norodom Sihanouk, Khmer Merah menguasai pemerintahan Kamboja. Sejak saat itu, terjadilah penculikan, pemanggilan paksa terhadap warga-warga sipil yang dianggap bertentangan dengan pemerintah dan yang dianggap berpotensi melakukan gerakan-gerakan yang membahayakan. Sebelum menuju ke Tuol Sleng Genocide Museum dan Choeung Ek Killing Field (tempat penahanan dan tempat eksekusi warga sipil), terlebih dahulu saya melakukan city tour. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Independence Monument. Monumen ini letaknya di persimpangan antara Norodom Blvd dan Sihanouk Blvd. Tidak sulit mencari monumen ini karena saya tinggal mengikuti arah peta petunjuk yang saya pegang, sembari sesekali saya bertanya dengan orang di sekeliling.
Independence Monument
Tribute to former King, Norodom Sihanouk
Sebenarnya agenda utama saya juga turut mengunjungi Royal Palace (istana raja) yang juga satu jalur dengan monumen. Namun sayangnya saat itu selain jalan ditutup untuk kendaraan apapun, saya sedang dalam keadaan berpakaian dengan tidak proper.Perlu diketahui, saat itu adalah masa-masa berduka bagi segenap warga negara Kamboja. Raja terdahulu, Norodom Sihanouk baru saja meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Oleh karena itu, semua jalan menuju Royal Palace ditutup karena sedang diadakan upacara penghormatan terakhir disana. Dengan demikian, saya hanya berpuas diri mengunjungi Independence monument dan kawasan sekitar. Tempat berikutnya adalah Psar Russia, atau Russian Market. Disinilah dijual berbagai souvenir khas Kamboja dengan harga yang murah. Agak sulit menemukan pasar ini meski saya menggunakan peta. Pasar ini letaknya masuk ke dalam dan saya harus menghapal banyak sekali belokan. Entah hal ini memang semestinya terjadi atau memang sayanya yang hobi nyasar. Again, dengan bantuan petunjuk warga lokal (bertanya di setiap tikungan), akhirnya saya temukan juga psar Russia tersebut. Setelah puas berbelanja, barulah motor saya melaju menuju tujuan sebenarnya, Tuol Sleng dan Choeung Ek. Sesuai alur sejarah, terlebih dahulu saya berkunjung ke Tuol Sleng yang letaknya berada di pusat kota. Dan mencoba menghayati apa yang pernah terjadi empat puluh tahun silam, saya resapi lamat-lamat setiap sudut situs sejarah, dimulai dari plang petunjuk yang berada tidak jauh dari gedungnya.
14 jasad terakhir yang ditemukan di gedung A ketika dilakukan upaya penyelamatan
Aturan sinting yang sempat diberlakukan
Alat pasung kaki massal