Mungkin sebagian dari penduduk Negeri tercinta ini kegerahan, mengingat cuaca semakin panas, polusi semakin meningkat, hutan jadi kebon sawit, dan fenomena lain yang terdengar sebagai perusakan alam. Saya yang sangat mencintai alam hijau loh jinawi sering kali kesal apa bila dapat informasi mengenai pembakaran lahan untuk alih fungsi.
Hal itu patut diperhatikan. Seharusnya kita sudah bertindak efektif, bukan hanya pencegahan yang diucapkan mulut kita saja. Segala hal bentuk eksploitasi terhadap ibu pertiwi harus dieliminasi. Kita masih bisa menggunakan minyak goreng, banyak sekali yang dijual di pasar, tapi kok masih saja ada alih fungsi hutan ke perkebunan sawit?
Yah, saya mengerti, ada banyak yang jadi salah arti. Kebebasan salah satunya. Kita bebas berkreasi, menciptakan sesuatu. Tapi kebanyakan dari kita tidak memikirkan dampak yang terjadi. Ingin memecahkan rekor produksi kelapa sawit? Bah, cemana pula. Ya, itu kebebasan yang bisa kau raih, melakukan apa saja, tapi pikirkan dampaknya, dong?
Saya ngerti, percuma koar-koar disini. Tapi ini sungguh hal yang serius. Kita sebagai rakyat dirugikan. Jika hal ini terjadi terus menerus, kita kehilangan sumber mineral alam. Air, udara, memang kebun kelapa sawit bisa menggantikan itu semua? Lantas bagaimana kalau kita kekurangan udara bersih dan air? Ya jelas nanti akan ada dampak pasar. Kita terpaksa harus beli air bersih, atau mungkin persediaan oksigen (mengerikan).
Kalau air bersih saja harus beli, bagaimana bisa negara ini sejahtra? Airkan bukan milik siapa-siapa, kita punya hak untuk minum air bersih. Coba bayangkan saudara-saudara. Yah, bagi kalian yang bisa membeli air sudah bukan masalah. Tapi bagi mereka yang makan pun susah, lalu harus membeli air? Luar biasa penderitaannya. Mengerikan.
Mau menyalahkan siapa?
Saya tidak ingin mengintervensi mencari kambing hitam. Saya selalu mengambinghitamkan diri saya sendiri. Karena saya percaya sama dialektika. Jika ada sesuatu yang salah dibumi ini, itu karena kita juga punya salah. Sama kaya yang lain. Lantas apa kita harus memaafkan dan membiarkan begitu saja?
Tentu tidak, saudara-saudara. Jangan lakukan kesalahan lain dengan memaafkan yang seharusnya tidak dimaafkan. Terkadang memaafkan orang itu dosa, karena mudah memaafkan tidak membuat tersangka belajar untuk tidak melakukan ksalahan yang sudah-sudah.
Jadi, menurut saya, kita harus kritis, mengenai ibu pertiwi yang di eksploitasi. Jika anda calon pengusaha seperti saya, tolong pikirkan dampaknya. Daripada anda ingin membuka pertanian kelapa sawit yang persaingannya sudah ketat, lebih baik anda mendirikan sekolah yang mendorong para siswanya menjadi manusia yang lebih baik, dan bijak serta melek keadaan. Bukan sekolah yang menciptakan segmentasi pasar, siswa-siswanya hobi pamer gaya hidup dan barang belanjaan sampai philosopis hidup mereka menjadi “aku belanja maka aku ada”
Nah ini dia yang kurang diperketat oleh pemerintah, yaitu persaingan bebas. Sebenarnya agak mustahil juga kalau pemerintah campur tangan. Pasar persaingan bebas ya artinya ekonomi neo-liberal. Neoliberal disini berarti tidak adanya campur tangan pemerintah. Tapi kalau ini dibiarkan, saudara-saudara, mereka akan terus mengeksploitasi ibu pertiwi, simiskin yang gak punya modal, akan semakin miskin, tertinggal oleh peradaban. Si kaya akan semakin rakus, karena yang jadi fokus mereka cuma lawan saing nya. Lalu kemanusiaan cuma kata-kata hiasan, terbelakang bersama si miskin yang tertinggal peradaban.
Mengerikan!