Mohon tunggu...
Rena
Rena Mohon Tunggu... Freelancer - nama asli

pecinta proses dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ekspresi Emosi, Esensi Estetika (Sarana Perubahan Perilaku Anak di Penjara)

13 April 2017   17:21 Diperbarui: 14 April 2017   02:00 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni ibarat kata yang membingungkan bagiku. Bukan dangkal, lebih karena aku memiliki perspektif yang luhung tentang seni. Bukan pula seni dalam pengertian sebuah objek melainkan lebih kepada seni sebagai spekulasi berbagai potensi, ekspresi murni emosi manusia, yang menggambarkan batin, pikiran, perasaan dan yang lain yang tidak mungkin dikenali dengan mudah. Esensi terdalam dari estetika yang menyalurkan kebahagiaan, kepusan, kebanggaan, namun juga sebaliknya, bisa menyembunyikan.

Sayang sekali terdapat klaim bahwa tidak semua manusia memiliki bakat seni. Menurutku ‘bakat seni’ adalah frasa yang mengalami penyempitan makna, penyebabnya adalah spesialisasi kata ‘seni’ yang menjadi kata sifat, bukan kata ‘seni’ sebagai kata benda. Dan ini bukan hal yang patut diperdebatkan.

Seni sebagai bentuk ekspresi dari emosi. Ekspresi dan emosi, dua kata indah yang sarat akan romantisme individual. Tentang sebuah emosi yang tersurat maupun tersirat. Dan aku sedang merencanakan pengekspresian emosi di kalangan yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh sebagian besar dari kita : Anak di penjara.

Sebagai mana termaktub dalam UU, anak adalah manusia berusia 0-18 tahun, dimana secara psikologis mereka belum mampu menjadi mandiri, menekan emosi, membedakan prioritas dan selingan. Atas gagasan inilah, entah mengapa, sebagian besar orang dewasa menganggap mereka ‘manusia setengah’ atau ‘setengah manusia’. Mengapa aku bisa menyimpulkan demikian, karena ada istilah ‘belum jadi orang’. Lantas ‘menjadi orang’ itu tidak serta merta di utarakan ketika seorang anak sudah menginjak usia 18 tahun.

Banyak opini mengenai penjelasan ‘sudah jadi orang’. Jika ditanyai satu-satu, tentu akan banyak ekspresinya. Inilah yang kumaksud spekulasi potensi. Segala bentuk ekspresi akan dikombinasikan, dan dibuat spekulasi akan potensi realitas karakter seseorang dengan ekspresi yang begitu banyaknya. Inilah Bahasa tanpa kata. Ekspresi emosi, esensi estetika, dimana kata-kata mungkin terbatas untuk menjelaskannya. Namun ada satu yang tidak berbatas yaitu ‘lakon’.

Aku membuat rencana. Mungkin sebuah projek impian bagiku, agar mereka bisa mendalami peran sebagaimana manusia diluar penjara, atau sebagai mana anak-anak diluar penjara, sehingga mereka bisa mengapresiasi kehidupan orang lain. Merasakan kebahagiaan yang kita alami meskipun mereka berada di penjara, sehingga tidak ada kebencian, dan mereka berpikir dua kali, kelak ketika mereka sudah diberi lampu hijau (bebas).

Seni peran ini, berorientasi dan bertujuan pada perubahan perilaku menuju kearah positif dan pengakuan masyarakat akan kreatifitas mereka, bahwasannya mereka sama seperti kita, bertalenta. Berpotensi untuk berguna, bisa diandalkan, bisa memberikan pertolongan, namun kita harus menolong mereka terlebih dahulu.

Namun tunggu dulu. Beberapa di antara kita mungkin bertanya keheranan, mengapa anak dipenjara harus bahagia? Bukankah mereka bersalah? Mereka mencuri, merampok, mengeroyok, memerkosa anak perempuan kami. Dari segi mana kita harus memaafkan?

Tentu dari segi keikhlasan yang membentuk keadilan yang terealisasikan. Sesuatu yang sudah terjadi, bukanlah hukuman, melainkan pembelajaran, peringatan, sejauh mana kita mampu menjaga sesuatu yang sangat berharga bagi kita. Dan tentu sejauh mana kita mampu mencegah hal-hal yang buruk terjadi, bukan hanya menimpa anak kita, tapi juga anak orang lain.

Ekspresi emosi, sebagai esensi estetika kehidupan. Seni yang mungkin adalah objek yang di subjektifikasi, karena penelitian terhadap sebuah objek akan menghidupkan kita sebagai subjek. Sarana untuk memperbaiki diri. Sebuah kesempatan untuk meringankan beban kemanusiaan setiap masing-masing individu.

Mari bergabung bersama kami, merubah perilaku anak-anak di penjara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun