Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme di Ruang Maya

7 Agustus 2018   15:22 Diperbarui: 7 Agustus 2018   15:48 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita bersama tahu bahwa Pilpres 2014 dan Pilkada Jakarta 2017 lalu membawa dampak yang  sangat luas bagi rakyat Indonesia. Akibat yang ditimbulkannya amat berat.  Pertama di dunia informasi, dan kedua membawa akibat yang parah pada masyarakat Indonesia itu sendiri.

Dampak pertama yang menyangkut dunia informasi adalah, mudahnya teknologi digital termasuk media online dan sosial media menggiring dan membentuk opini masyarakat. Proses penggiringan itu sendiri nyaris minim atau bahkan tak punya etika. Mereka memojokkan lawan politik. Kadang argumentasinya tidak selayaknya pihak yang sedang berargumentasi -berdasarkan data dan fakta. Tetapi sering membawa data atau fakta yang salah atau sengaja disalahkan (diplintir)

Kondisi ini membawa akibat yang rumit ; tidak berdasarkan soal benar atau tidak benar, tetapi sudah mengarah pada yakin atau tidak yakin. Terlebih pihak yang membawa isu itu adalah golongan A atau B. Soal percaya atau tidak percaya dalam konteks ini adalah soal, apakah masyarakat yakin dengan pendapat golongan A atau golongan B dan bukan pada verfikasi apakah data A atau B benar atau melenceng.

Peran media di sini penting sekali, termasuk media sosial. Karena saat ini media dengan sengaja maupun tidak sengaja berperan saling meniadakan. Seseorang atau sekelompok orang saling membully berdasarkan ideologi atau agama. Bahan bullyan mereka sering tanpa pertimbangan akal sehat dan kepala dingin.

Kondisi ini membawa ke dampak kedua, yaitu masyarakat. Pilpres 2014 dan Pilkada Jakarta 2017 telah membawa polarisasi yang  parah pada masyarakat.  Polarisasi itu tajam dan nyaris tidak pernah  (dan tidak mau ) ketemu. Satu polar di Utara dan satu di Selatan.  Dua polar sampai sekarang masih kuat dan paten.

Lalu timbul pertanyaan; kita nyaris terpecah, apa yang harus diupayakan? Mengingat kemerdekaan Indonesia diraih dengan susah payah.

Tak mudah untuk menyatukan ribuan pulau, ratusan bahasa, adat istiadat dan beberapa puluh kepercayaan. Tapi toh negara Indonesia bisa terwujud ditengah-tengah kesulitan pada saat itu.

Harus kita ingat bahwa bhineka adalah satu keniscayaan bagi bangsa Indonesia, sehingga para pihak yang berbeda pendapat itu harus sadar dan merefleksi kembali tujuan kita yang berbeda beda ini, berbangsa yang sama; Indonesia.

Ataukah telah hilangkah nasionalisme kita ? Juga patriotism. Apakah kita terus menerus bersikeras bahwa kita dan golongan kitalah yang benar ? Apakah kita sudah menjadi sangat arogan sehingga meniadakan paham kebangsaan itu ? 

Harusnya kita masih memiliki roh nasionalisme itu, sehingga kita bisa merasa berbangga pada Indonesia.  Seharusnya lagi, ditengah kemudahan digital seperti sekarang ini,  membuat kita lebih merasakan jiwa kebangsaan itu pada diri kita. 

Bahwa dengan menghargai apa yang sudah diperbuat para pahlawan dan pihak-pihak yang mewujudkan negara kita, sejatinya kita sudah menghargai diri kita sendiri; rasa kebangsaan Indonesia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun