Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaafkan untuk Indonesia Damai

7 Maret 2018   12:07 Diperbarui: 7 Maret 2018   12:06 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah korban terorisme memang membuat kita terharu karena kita larut dalam kesedihan yang ditimbulkan dari kisah-kisah mereka.

Kisah salah satu korban bom Bali , Ni Luh Erniani misalnya.  Suaminya adalah kepala pelayan di Sari Club yaitu Gde Badrawan. Saat peristiwa nahas itu yaitu 12 Oktober 2002 , suaminya bekerja seperti biasa sebagai kepala pelayan. Erniani dan suaminya tinggal di kost yang tak jauh dari Sari Club bersama dua anaknya yang masih 9 tahun dan 1,5 tahun.  Sampai keesokan harinya, suaminya tidak pulang.

Suasana Sari Club membuat dirinya yakin bahwa suaminya sudah tewas dalam bom yang diprakarsai oleh Amrosi dkk ini. Karena ketika dia kesana Sari Club sudah hancur dan para relawan sibuk membawa para korban ke rumah sakit. Tipis kemungkinan jika suaminya selamat dalam bom besar itu.

Selama empat bulan lamanya Erniati berjuang mencari jasad suaminya. Empat bulan lamanya akhirnya pihak rumah sakit dapat mengindentifikasi mayat suaminya.

Erniati sedih, tapi kenyataan itu tidak menghancurkan dirinya. Dia harus berjuang demi dua anaknya yang masih kecil dan memerlukan banyak biaya. Erniati juga berjuang melawan stigma soal kesendiriannya membesarkan anak-anaknya.

Hidup yang sama sekali tak mudah bagi Erniati. Tapi dia bertekad melampauinya dengan baik karena semakin dia sakit maka semakin dia tidk akan berbuat sesuatu untuk masa depan anaknya. Dua anaknya kini sudah dewasa dan satu masih remaja. Keluarga mereka sudah ikhlas dengan apa yang mereka alami.

Erniati membuka usaha menjahit untuk menghidupi dua anaknya. Dia juga mendirikan yayasan  Isana Dewata yang bersama-sama korban bom Bali lainnya, saling menguatkan. Dia bertanggung jawab pada anak-anak kerabat dan adat dan memang tidak mdah baginya.

Betapapun sulitnya, Erniati sudah menaruh amarah dan membuang dendam karena tahu bahwa amarah dan dendam pada pelaku bom tidak ada gunanya. Keduanya dapat menimbulkan residu hati yang bisa memperberat langkah ke depan. Dia juga menguatkan teman satu yayasan untuk tidak menyimpan dendam pada para pelaku . Dia memberi takanan bahwa tidak ada agama yang ajarkan kejahatan. Dia meminta teman-temanya tidak terjebak pada provokasi.

Memaafkan untuk membuat hati Erniati damai; Indonesia Damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun