Pertumbuhan internet di Indonesia yang sangat tinggi jelas sangat menarik, pemasar saat ini mulai sadar dan bergerak menggunakan medium ini untuk pemasaran. Tapi saat ini apa yang dilakukan sebatas memasang iklan, atau representasi merek di media sosial.
Namun akan banyak perubahan fundamental, ke depan bila generasi konsumen yang dilahirkan di era digital, yang sering disebut sebagai digital native menjadi dominan, dan punya purchasing power yang tinggi. Digital native di sini adalah, generasi yang terbiasa dengan internet dan internet bagian dari keseharian mereka, sebaliknya ada yang disebut sebagai digital migrant. Mereka yang harus tergopoh-gopoh beradaptasi dengan era digital dan internet.
Saya mendefinisikan digital native : mereka yang lahir di akhir 1980-an ke atas. Mereka sejak kecil terbiasa dengan komputer, dan internet. Konsumen ini mungkin saat ini masih minoritas, mereka mungkin baru first jobber, hingga mahasiswa ke bawah.
Purchasing power mereka mungkin belum terlalu signifikan. Tapi bayangkan 5-10 tahun mendatang, ketika mereka akan mendominasi pasar, dan produk kita sangat bergantung pada mereka. Maka menurut saya ada beberapa hal yang perlu diantisipasi untuk mengakomodasi perilaku dan kebutuhan mereka.
E-Commerce
E-commerce mungkin bukan sesuatu yang besar saat ini, tapi akan terjadi sebuah ledakan e-commerce di Indonesia, ketika generasi digital native mendominasi. Dan pada saat yang bersamaan, infrastruktur pendukung sudah sangat memadai. Dalam hal ini adalah koneksi internet, pemerataan kepemilikan gadget, dan pilihan produk yang dijual di internet makin beragam.
Bagi generasi digital migrant, termasuk saya mungkin membeli di internet itu masih sangat terbatas. Saya paling sering bertransaksi online untuk membeli tiket pesawat. Tapi saya mendengar cerita teman saya yang digital native, pengering ambut rusak malam hari, saat itu juga beli online di Bhinneka.com. Bahkan beli pancake pun pesen via online. Ini sesuatu yang saya tidak pernah bayangkan akan saya lakukan.
Saya yakin konsumen masa depan itu adalah konsumen seperti ini. Generasi digital native makin tidak sabaran, dan menginginkan semuanya serba cepat dan instan.
Social Curator
Saya punya cerita yang menarik, suatu ketika saya jalan-jalan ke Medan dengan seorang teman yang digital native. Ketika di jalan bingung mau wisata kuliner apa, atau bingung mencari alamat. Bayangkan apa yang dilakukan? Saya sibuk mau nanya orang, teman saya bilang “Tenang Googling aja”.
Terasa bedanya? Digital native terbiasa dengan informasi yang bisa mereka cari via Google atau mesin pencari lainnya. Nah tapi tantangan ke depan, generasi ini akan kebanjiran informasi. Ketika pilihan informasi semakin melimpah, justru membingungkan.
Oleh karena itu, akan muncul mereka yang menjadi kurator-kurator sosial yang dipercaya oleh audiens opininya tentang hal-hal tertentu. Saat ini misalnya ketika berbicara mengenai jalan-jalan, orang akan mempercayai @kartupos atau @Trinitytraveller di Twitter.
Dan ke depan akan makin banyak bermunculan social curator yang akan dipercaya oleh konsumen tentang sebuah isu spesifik. Oleh karena itu maka pengelola merek harus memahami ini, dan bisa memetakan siapa yang akan berpengaruh pada apa.
Berlanjut ke "Mengantisipasi Konsumen Masa Depan di Era Digital II"
Tuhu Nugraha Dewanto
Mau diskusi lebih lanjut?
Follow on Twitter: @tuhunugraha
LinkedIn: http://www.linkedin.com/in/tuhunugraha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H