Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membaca Misi Terselubung Uniterre di Balik Aksi Menolak Sawit Indonesia

13 Januari 2021   12:21 Diperbarui: 15 Januari 2021   06:53 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelapa sawit | Foto: AFP/ Adek Berry via KOMPAS.com

Pemerintah harus berupaya keras menggagalkan konspirasi politik dan ekonomi di balik aksi penolakan produk kelapa sawit Indonesia oleh Swiss lewat tangan Uniterre.

Minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) beserta produk turunan kelapa sawit lainnya (margarin, minyak goreng, kosmetik, dan sebagainya) merupakan salah satu bagian komoditas eskpor unggulan Indonesia ke berbagai negara.

Sebagai negara pengekspor CPO terbesar urutan pertama di dunia dengan pangsa pasar global sebesar 55 persen, Indonesia sekurangnya mendapatkan devisa hasil ekspor mencapai Rp 45 triliun per tahun.

Meski demikian, harus dipahami bahwa selama ini "kekuasaan" Indonesia tersebut belum diakui penuh oleh pasar global dan para pakar, terkait data stok kelapa sawit. Malah Malaysia sebagai pengekspor terbesar kedua (dengan pangsa pasar global 22 persen) yang diakui datanya.

Mengapa? Sebab, dibanding Indonesia, kecepatan dan keakuratan data kelapa sawit Malaysia lebih baik. Data perkembangan produksi dan stok di Malaysia konsisten ter-update tiap hari, yang siap tersaji kapan pun dibutuhkan.

Artinya, pengakuan penuh tadi baru bisa diperoleh Indonesia ketika persoalan data terbenahi. Rekonsiliasi data tutupan kelapa sawit akhir tahun dalam rangka memantau pergerakan produksi memang sudah dimulai. Hanya saja masih perlu dievaluasi karena belum detail sesuai kebutuhan.

Kembali ke pokok pembahasan. Swiss dikabarkan telah melancarkan kampanye penolakan terhadap produk kelapa sawit Indonesia. Kampanye itu telah dimulai sejak pertengahan 2020 lalu.

Mengatasnamakan 50 organisasi petani Swiss, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Uniterre berdiri di barisan paling depan meneriakkan penolakan. Tidak tanggung-tanggung, Uniterre bahkan sampai membawa gugatannya ke meja Bundenskanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss di Bern.

Entah murni demi kepentingan sektor pertanian Swiss, Uniterre yang notabene bukan organisasi petani menggandeng perwakilan petani, anggota parlemen, dan Partai Jungsozialist (Juso) memenuhi persyaratan pengajuan gugatan dengan mengumpulkan minimal 50 ribu tanda tangan atau petisi rakyat.

Jika berhasil, maka Uniterre layak memasukkan gugatan lewat referendum Swiss yang sedianya diadakan 4 kali dalam setahun. Referendum yang dimaksud mirip dengan gelaran pemilihan presiden atau kepala daerah di Indonesia.

Sebanyak 8 juta rakyat Swiss biasanya dilibatkan langsung dalam menentukan kebijakan resmi pemerintah. Mulai dari level nasional, daerah, hingga desa. Mereka diberi kesempatan bersikap setuju atau tidak terhadap sebuah topik yang diperdebatkan.

Maka berarti, setuju tidaknya Swiss atas gugatan Uniterre tergantung hasil referendum. Kalau kebanyakan menolak, berarti keinginan Uniterre tidak tercapai. Sengketa produk sawit Indonesia diabaikan.

Apakah Uniterre telah sukses memenuhi persyaratan jumlah minimal petisi? Rupanya, dalam aksi kampanye penolakan produk kelapa sawit Indonesia yang diadakan pada Senin (11/1/2021) kemarin, Uniterre mengaku syarat sudah terpenuhi.

Di Gedung Parlemen Swiss, di mana turut disaksikan awak media, Uniterre mengaku berhasil memperoleh 61.184 petisi sah pada Juni 2020 dan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung Swiss. Uniterre mengumandangkan penolakan dengan melibatkan 7 orang pembicara.

Antara lain dua petani organik (Willy Cretgeny dan Jelena Filipovic), dua anggota parlemen dari Swiss Barat (Nicolas Walder dan Denis de la Reussille), dua anggota Partai Juso (Ronja Jansen dan Julia Kueng), serta Budi Tjahjono, WNI yang menetap di Jenewa.

Argumen yang disampaikan keenam warga "asli" Swiss tersebut yaitu perihal kekhawatiran terhadap produk lokal mereka (seperti minyak canola dan bunga matahari) yang berpotensi kalah bersaing bilamana produk kelapa sawit Indonesia diizinkan masuk.

Selanjutnya, mereka menyorot dampak buruk keberadaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang dianggap merusak lingkungan, mengurangi lahan hutan, dan menghambat perlindungan satwa liar.

Tidak hanya itu, mereka juga mempermasalahkan kebijakan pemerintah Indonesia yang dinilai kurang memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit, peningkatan upah buruh perkebunan, membiarkan eksploitasi anak (sebagai buruh), serta tidak adil memberi cuti hamil.

Jika dipahami, dari sekian alasan Uniterre, kiranya yang patut dimaklumi untuk kemudian dipertimbangkan misalnya, yakni soal ketidakmampuan produk lokal Swiss dalam bersaing sebenarnya. Mengapa "urusan internal" Indonesia dibawa-bawa?

Ada apa dengan Uniterre? Bukankah masalah kesejahteraan petani, penghasilan buruh, hingga cuti hamil tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan bisnis bilateral produk kelapa sawit?

Tidakkah Uniterre paham bahwa semua hal tersebut merupakan ranah tanggungjawab pemerintah Indonesia sendiri? Mengapa Uniterre mencampuri "rumah tangga" Indonesia secara langsung?

Mengapa pula Uniterre mengikutsertakan WNI bernama Budi Tjahjono dalam aksi penolakan produk kelapa sawit Indonesia? Ada kepentingan apa Budi Tjahjono di balik misi ini?

Sekadar pembaca tahu, saat diberi kesempatan berbicara di Gedung Parlemen Swiss, menambahkan penyampaian keenam warga (asli) Swiss, Budi Tjahjono mengatakan tidak sebatas masalah kelapa sawit yang ia persoalkan, tetapi juga pertambangan (dan nasib orang) Papua.

"Saya baru tiba dari Indonesia dua hari lalu. Di sini saya tidak hanya menyinggung kelapa sawit, tapi juga pertambangan (emas) di Papua," kata Budi Tjahjono.

Menegaskan kembali, mengapa argumen Uniterre jadi melebar ke mana-mana? Mengapa Budi Tjahjono ada di sana serta tertarik mengangkat isu Papua? Ada apa?

Sebenarnya fokus Uniterre hanya menolak produk sawit Indonesia di Swiss atau sekaligus mau "mengobok-obok" kebijakan dan kedaulatan negara lain? Sekali lagi, Budi Tjahjono berkepentingan apa? Siapakah dia?

Sila masing-masing pembaca melanjutkan pertanyaan bila masih ada dan berupaya mencari jawabannya. Sejenak berhenti membahas kelapa sawit. Penulis ingin memperkenalkan secara singkat sosok Budi Tjahjono.

Mengenal Budi Tjahjono dan Menyoal Manuvernya lewat Uniterre

Sebelumnya disebutkan bahwa Budi Tjahjono adalah WNI yang menetap di Jenewa, Swiss. Ia dikenal sebagai aktivis Gereja dan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping itu, ia juga merupakan Koordinator Advokasi Asia-Pasific Fransiscans International.

Budi Tjahjono (sedang berdiri) di acara Conference for Human Rights in West Papua di Roma, Italia, Rabu (19/2/2020) | Foto: ofmjpic.org
Budi Tjahjono (sedang berdiri) di acara Conference for Human Rights in West Papua di Roma, Italia, Rabu (19/2/2020) | Foto: ofmjpic.org
Dalam acara pra Universal Periodic Review (pra-UPR) yang membahas tentang pandangan kritis situasi HAM, yang digelar di Jenewa pada Rabu, 5 April 2017, bersama 7 perwakilan masyarakat sipil Indonesia, Budi Tjahjono tampil sebagai salah seorang pembicara.

Kala itu, topik yang diangkat Budi Tjahjono yaitu maraknya eksploitasi sumber daya alam, perampasan tanah, serta serangan terhadap pembela HAM dan pemimpin masyarakat adat di Papua dan di daerah lain di Indonesia.

Menurut Budi Tjahjono, sekian persoalan Indonesia tersebut semakin parah, ditambah ketiadaan mekanisme investigasi dan pemulihan hak yang memadai.

"Pemerintah harus menerapkan kebijakan pembangunannya dengan tetap menghormati hak-hak dasar masyarakat adat dan patuh terhadap kewajiban hukum internasional yang pemerintah sudah ratifikasi," ungkap Budi Tjahjono.

Demikian pengenalan singkat sosok Budi Tjahjono. Di sini tidak diuraikan informasi lengkap tentangnya. Sila pembaca menelusurinya di berbagai sumber.

Hal yang pasti, ia bukanlah "Hadi Tjahjono" (mantan Direktur Utama PT Jasindo) yang telah dieksekusi oleh KPK ke Lapas Sukamiskin pada 4 Mei 2019 karena tersangkut kasus korupsi premi fiktif. Nama sama, orang berbeda.

Baik di judul maupun di sub judul pertama artikel, penulis cantumkan label "konspirasi dan manuver" terhadap relasi Budi Tjahjono dan Uniterre. Mengapa? Meneruskan paparan sebelumnya, apa kaitan kepentingan Budi Tjahjono dengan bisnis kelapa sawit Indonesia di Swiss?

Benarkah Budi Tjahjono satu misi dengan Uniterre soal kelapa sawit? Atau seperti yang sedikit kelihatan bahwa ia punya misi khusus, dengan istilah lain melakukan "penunggangan"?

Dapatkah manuver Budi Tjahjono disebut mirip dengan yang pernah dan sedang dilakukan oleh Benny Wenda (di Inggris) dan Veronica Koman (di Australia), di mana sama-sama berbicara tentang Papua Barat?

Baca: Menyoal Benny Wenda, Warga Negara Asing yang Mengganggu Keutuhan NKRI

Hemat penulis, sesuai pengakuannya di Gedung Parlemen Swiss, misi utama Budi Tjahjono terbaca bukanlah semata penolakan produk kelapa sawit Indonesia, tetapi perjuangan kepentingan politik.

Oleh karena itu, Budi Tjahjono sungguh tidak berkapasitas masuk ke dalam kelompok Uniterre. Sangat disayangkan apabila lewat Uniterre, pemerintah Swiss memberi ruang kepada Budi Tjahjono untuk bermanuver. Ini pantas dianggap sebagai bentuk konspirasi.

Inkonsistensi Swiss dan Relasinya dengan Konflik Dagang Indonesia-Uni Eropa 

Mari kembali ke masalah penolakan produk kelapa sawit Indonesia. Penulis berharap, potensi "rongrongan" Budi Tjahjono terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebaiknya segera diantisipasi pemerintah. Indonesia bisa memprotes Swiss atas "panggung" Uniterre kepada Budi Tjahjono.

Maksud dari inkonsistensi Swiss di sini adalah pemberian ruang kepada Uniterre untuk menggunggat kembali kesepakatan antaran Indonesia dan Swiss sebelumnya. Diketahui, dua tahun lalu, pemerintah Swiss sudah mengizinkan Indonesia mengekspor 10 ribu ton kelapa sawit ke negaranya.

Oleh karena itu, tidak salah jika penulis menilai Swiss "menjilat ludah sendiri", atau pun ada "udang di balik batu" atas keputusan mereka, memanfaatkan eksistensi Uniterre.

Atau jangan-jangan lagi, ada kekuatan besar di belakang Uniterre yang ingin menggagalkan referendum Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA), yang direncanakan digelar pada 7 Maret mendatang. Indonesia harus cermat menyikapi hal ini.

Sebab, tidaklah mustahil terjadi, gerakan Uniterre turut memperjuangkan kepentingan Uni Eropa soal pasokan bahan baku nikel dari Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia telah resmi menghentikan ekspor nikel sejak 1 Januari 2020.

Baca: Buah Larangan Ekspor Nikel, Investor Asing Serbu Indonesia

Maknanya, jika Indonesia ingin tetap mendapat pasar kelapa sawit 12 persen di Eropa, maka Indonesia wajib melunak dan mencabut larangan ekspor nikel ke luar negeri. Semacam barter kepentingan. 

Tegasnya, Swiss agaknya tidak hanya mengurus kebutuhan EFTA (European Free Trade Agreement), - yang terdiri dari Swiss, Islandia, Norwegia, dan Liechtenstein - akan tetapi ikut peduli memuluskan kepentingan Uni Eropa, di mana Swiss menjadi salah satu anggota.

Bukankah relasi dagang antara Indonesia dan Uni Eropa sekarang sedang memanas gara-gara nikel? Bukankah pula Uni Eropa kehabisan ide dalam meluluhkan hati Indonesia?

Jadi akhirnya, senjata yang digunakan Uni Eropa adalah "kegalauan" Indonesia yang tengah terancam kehilangan pasar kelapa sawit sebesar 12 persen dari hitungan pasar global. Kemudian turunlah Uniterre memposisikan diri di barisan paling depan.

Maukah Indonesia luluh dan menarik kebijakan larangan ekspor nikel demi pasar kelapa sawit di Swiss dan Uni Eropa yang sebenarnya persentasenya kurang signifikan?

Seharusnya, tidak. Kesempatan menemukan pasar baru di negara lain (baca: benua lain) akan terus ada, ketimbang mengorbankan misi besar dalam menjadi pemain utama di era kendaraan listrik.

Kesimpulannya, aksi penolakan kelapa sawit Indonesia oleh Uniterre bermuara pada dua misi, yakni merongrong kedaulatan NKRI dengan menghembuskan isu pelanggaran HAM dan merealisasikan impian Uni Eropa. Keduanya dijalankan dalam waktu yang bersamaan.

***

Referensi: [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun