Ramai diberitakan bahwa, setelah di DKI Jakarta, pembersihan baliho dan sejenisnya yang memuat gambar pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab berlangsung juga di berbagai kota, bahkan sampai wilayah luar Pulau Jawa.
Selain Jakarta, kota-kota lain tersebut misalnya Bekasi, Tangerang, Bogor, Solo, Semarang, Medan dan seterusnya. Pencopotan gambar Rizieq di beberapa kota tadi jelas menjadi kelanjutan dari aksi tegas Kodam Jaya.
Seperti diketahui, pembersihan gambar Rizieq di sekian lokasi di ibu kota atas perintah Pangdam Jaya Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman kepada personil TNI untuk membantu Satpol PP DKI Jakarta yang mengeluh kesulitan melakukan tindakan berulang.
Usai dibersihkan, mudah-mudahan berikutnya tidak ada lagi pemasangan gambar Rizieq, sebab memang bukan persoalan gambarnya, tetapi kata atau kalimat provokatif di dalamnya yang dikhawatirkan merusak akhlak. Jadi ternyata amat bertentangan dengan misi Rizieq soal "revolusi akhlak".
Di samping merusak akhlak, pemasangan gambar Rizieq juga diposisikan di sembarang tempat dan melanggar peraturan pemerintah daerah. Tidak peduli apakah mengganggu pemandangan, membuat masyarakat kesal, menabrak aturan perpajakan, atau seperti apa. Pokoknya dipasang saja.
Meskipun dikritik oleh beberapa pihak, semisal Fadli Zon dan Fahri Hamzah, Dudung mengaku tidak gentar, sebab ia sadar dan paham bahwa apa yang dilakukannya baik, sesuai aturan (UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI), dan bermanfaat bagi masyarakat.
Maka dari itu, menurut saya, sikap tegas Dudung mestinya dicontoh oleh para kepala daerah di seluruh Indonesia. Tentunya juga pihak petugas keamanan dan pengayom masyarakat (polisi dan Satpol PP).
Para kepala daerah wajib menyadari, bahwa menjadi pemimpin tidak mudah. Bukan cuma mengerjakan hal-hal menyangkut administrasi dan birokrasi, melainkan lebih dari itu. Mereka harus menjadi teladan bagi warga yang dipimpin.
Salah satu teladan itu adalah ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Tanpa ketegasan, seseorang tidak pantas menyandang status sebagai pemimpin. Percuma memimpin dan punya program macam-macam kalau sulit mengatur masyarakat.
Contohnya saja di DKI Jakarta. Betapa malangnya Gubernur Anies Baswedan yang tak berdaya menjinakkan Rizieq dan kelompoknya. Sampai Dudung ikut turun tangan membantu, menjadi pertanda jika ibu kota sudah dikangkangi kekuatan ormas.
Kalau mau dikait-kaitkan, ketidakberdayaan Anies terbentuk sejak Pilkada 2017. Publik tahu, Rizieq dan kelompoknya cukup banyak berkontribusi memenangkan Anies-Sandi kala itu. Maka ketika harus menertibkan tingkah laku FPI, dirinya gamang dan dilema.