Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang melibatkan sebanyak 270 daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) di seluruh Indonesia akan segera dihelat dalam waktu dekat.Â
Tepatnya pada Rabu, 9 Desember 2020. Pelaksanaannya tetap digelar sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), pemerintah pusat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Alasan KPU, pemerintah, dan DPR sepakat melanjutkan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 antara lain, untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah, memenuhi hak konstitusi rakyat, serta melihat kesiapan penyelenggara memperketat protokol kesehatan. Maka, karena sedang dalam masa pandemi Covid-19, para pasangan calon (paslon) diminta untuk menggelar kampanye secara virtual atau daring.
Masa kampanye tengah berlangsung. Para paslon berkesempatan mempromosikan diri dan menyosialisasikan program-program mereka kepada masyarakat.Â
Sesuai jadwal, gelaran kampanye akan berakhir pada Sabtu, 5 Desember 2020. Sekali lagi, kampanye wajib virtual (lewat saluran internet, media massa, dan cetak), bukan berhadapan muka dengan warga, calon pemilih.
Pertanyaannya, benarkah kewajiban kampanye virtual telah dijalankan sungguh-sungguh para paslon di lapangan? Jawabannya, tidak. Ternyata tidak semua paslon memilih kampanye virtual, ada yang turun langsung bertemu warga. Kampanye model daring kurang diminati, padahal ruang untuk melakukannya terbuka lebar dan bebas.
"Proses kampanye yang sekarang berlangsung, para kandidat itu minim sekali menggunakan media-media daring dalam menyampaikan visi-misinya atau kampanye kepada masyarakat. Yang dipilih itu kampanye bertatap muka langsung mengunjungi pemilih. Memang pilihan daring itu disarankan karena kekhawatiran Pilkada bisa jadi penularan Covid-19.
 Jadi kampanye daring ini bebas, dan saking bebasnya tidak diminati," ujar Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), melansir KOMPAS.com (Rabu, 28/10/2020).
Bukankah kampanye tatap muka melanggar protokol kesehatan? Apalagi jika di lapangan tidak tegak aturan pemakaian masker dan larangan jaga jarak, potensi penularan Covid-19 sulit dicegah.Â
Inilah yang menjadi dasar bagi sebagian kalangan yang menolak pelaksanaan Pilkada 2020. Jangan sampai pesta demokrasi berujung buruk, niat baik yang berakhir bencana.
Salah satu daerah yang kurang patuh protokol kesehatan di masa kampanye itu adalah Kabupaten Nias Selatan. Tempat kelahiran penulis. Pilkada 2020 di kabupaten ini diikuti 2 (dua) paslon, yaitu pasangan Hilarius-Firman dan Idealisman-Sanolo. Hilarius merupakan calon petahana, sementara Idealisman mantan bupati periode 2011-2016.