Shofwan menduga Trump ingin cari simpati dari para pendukungnya, dengan cara menunjukkan sebuah prestasi teranyar (membunuh Soleimani yang dilabel musuh AS).
"Apakah ada faktor domestik? Mungkin saja. Apalagi, Trump sedang mengalami impeachment (pemakzulan) padahal akan segera menghadapi Pilpres. Dia membutuhkan sebuah prestasi untuk ditunjukkan pada konstituen," ujar Shofwan, Jumat (3/1).
Benarkah terbunuhnya Soleimani jadi prestasi membanggakan bagi Trump dan sungguh diharapkan warga AS? Tidak ada yang tahu pasti. Bagi yang suka dengan karakter Trump yang keras dan haus perang, tentu patut jadi prestasi. Namun, tampaknya tidak dengan warga yang bosan perselisihan dan pertumpahan darah, termasuk juga para lawan politik Trump dari kubu Demokrat.
Mudah-mudahan Trump tidak selugu (katakan "sebodoh") itu. Menyingkirkan Soleimani menggunakan langkah-langkah yang pernah diambil ketika hendak menjegal Joe Biden (yaitu meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menekan Joe Biden dan anaknya Hunter Biden lewat tudingan praktik korupsi di Burisma) yang berujung pemakzulan, belum tentu diterima dengan baik oleh Kongres Senat AS. Apalagi menjadikannya sebagai "persembahan terbaik" supaya dianggap prestasi.
Cuma dua kemungkinan, "persembahan" Trump diapresiasi sehingga Kongres Senat satu suara (mayoritas) menolak pemakzulan, atau bahkan sebaliknya, yaitu mengutuk Trump dan mendukung pemakzulan.
Di atas kepentingan politik Trump, perdamaianlah yang paling berharga. Untuk apa hawa nafsu politik tercapai, sementara warga AS dan dunia khawatir. Semoga prediksi terjadinya Perang Teluk Jilid 3 terpatahkan. Jangan ada lagi peperangan.
Damai bagi Trump dan dunia!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H