Jika dicermati, dari 3 (tiga) periode kerugian keuangan Garuda, 2 (dua) di antaranya terjadi saat Ari Askhara berada di perusahaan pelat merah yang dinakhodai oleh mantan Menteri BUMN Rini Soemarno. Sebelum terpilih jadi Direktur Utama pada September 2018, Ari Askhara pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan pada Desember 2014. Artinya, Ari Askhara sungguh banyak beban.
Maka, sebagai seorang Samurai yang diutus untuk kedua kalinya menyelamatkan Garuda, Ari Askhara seharusnya menjalankan tugas sebaik-baiknya, bukan malah merekayasa data dan laporan keuangan seolah-olah perusahaan dalam kondisi membaik. Dan ketika terbukti gagal (yaitu perusahaan tetap rugi, ditambah kasus penyelundupan dengan memanfaatkan fasilitas negara), Ari Askhara wajib menjunjung tinggi kode etik (GCG, asas kepatuhan, dan hati nurani).
Membandingkan kebajikan (prinsip jalan hidup) Samurai yang termuat dalam bushido (kesungguhan, keberanian, kebajikan, penghargaan, kejujuran, kehormatan, dan kesetiaan), Ari Askhara sungguh bijak seandainya memilih seppuku (mengakui kesalahan dan mengundurkan diri sebelum dipecat). Bila terjadi, tindakan Ari Askhara akan menjadi contoh sekaligus peringatan bagi para pejabat lain untuk berhati-hati dalam mengemban amanah publik.
Hikmah dari kasus yang membelit Ari Askhara adalah betapa pentingnya memelihara budaya malu dan keberanian mengakui kesalahan, yang tidak hanya berlaku bagi para pejabat publik tetapi juga bagi siapa pun yang ingin menjaga wibawa dan integritas sepanjang hayat.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H