Ternyata selain usulan meniadakan Ujian Nasional (UN) di sekolah, yang diharapkan oleh beberapa praktisi pendidikan agar dapat diterapkan pada 2020 mendatang karena dinilai menambah beban para pelajar, muncul pula usulan baru dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto.
Usulan dari Kak Seto tersebut adalah soal pengurangan jumlah hari belajar efektif di sekolah atau lembaga pendidikan tiap minggu, yakni dari yang selama ini 5 atau 6 hari menjadi 3 hari.Â
Ya, Kak Seto berharap di tengah perombakan kurikulum, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mau mengakomodir usulannya, sekolah cukup 3 hari saja. Tidak hanya itu, Kak Seto juga mengusulkan jam belajar diperpendek menjadi 3 jam per hari.Â
Kak Seto beralasan bahwa hari belajar yang terlalu panjang cenderung membuat para pelajar tertekan, kekurangan waktu luang bersama keluarga, serta kehilangan kesempatan dalam mengembangkan minat dan bakat.
Belum lagi pekerjaan rumah (PR) yang diberikan terlalu banyak, hal itu melelahkan karena menyita waktu istirahat. Intinya Kak Seto tidak ingin peserta didik diperlakukan seperti robot. Peserta harus senang dan nyaman saat bersekolah.
Dengan berkurangnya hari dan jam belajar, Kak Seto menilai pelajar nantinya mampu berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Untuk non akademik misalnya pelajar bisa mengembangkan bakat jadi pengusaha, atlet dan sebagainya dengan memanfaatkan waktu luang.
Bukan tanpa dasar Kak Seto mengusulkan gagasannya, ia mengaku sudah membuktikannya di lembaga pendidikan miliknya berupa homeschooling yang ia dirikan 13 tahun yang lalu di Bintaro, Tangerang Selatan. Homeschooling itu bekerjasama dengan Universitas Cambridge di Inggris.
"Nah kami sudah membuat percobaan sekolah selama 13 tahun ini. Sekolah seminggu hanya tiga kali. Per hari hanya tiga jam. Tapi lulusannya yang masuk Kedokteran ada di UI, Gadjah Mada, dan Undip. Kemudian USU dan Unhas. ITB, IPB ada. Ada yang tuna rungu, putranya Mbak Dewi Yull lulus diundang Ratu Elizabeth di London karena mampu memotivasi sesama tuna rungu," ujar Kak Seto di Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Kak Seto berharap lembaga pendidikan tidak melulu menuntut kemampuan akademik, tetapi juga mesti menghargai potensi dan dinamika hidup masing-masing anak.
"Saya dulu Matematika paling tinggi dapat empat. Alhamdulillah masih hidup karena disalurkan Matematika itu jadi nyanyi, olahraga, bela diri, dan sebagainya," tutur Kak Seto.
Usulan Kak Seto menarik, karena di samping demi mengefektifkan waktu belajar di sekolah, pendidikan Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih baik dengan mencontoh sistem dan pola yang berlaku di negara-negara maju.