Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bunyi SKB 11 Menteri dan Lembaga Biasa Saja, ASN Tidak Perlu Khawatir!

30 November 2019   09:50 Diperbarui: 30 November 2019   10:13 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluncuran portal Aduan ASN dan Penandatanganan SKB Penanganan Radikalisme ASN | Gambar: merdeka.com

Pada Selasa, 12 November 2019 lalu, sebanyak 11 instansi negara (kementerian dan lembaga) telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaaan pada Aparatur Sipil Negara (ASN), yang isinya memuat 11 butir larangan untuk tidak dilanggar oleh seluruh insan ASN.

Kesebelas instansi tersebut yang terdiri dari 6 kementerian dan 5 lembaga yakni, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Badan Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara.

Sementara 11 butir larangan yang dimaksud antara lain:

  1. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks, gambar, audio, atau video, melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pemerintah.
  2. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tulisan dalam format teks, gambar, audio, atau video, melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar golongan.
  3. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost, dan sejenisnya).
  4. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial.
  5. Pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.
  6. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial.
  7. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
  8. Keikutsertaan pada organisasi dan/atau kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
  9. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
  10. Pelecehan terhadap simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial.
  11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.

Sebenarnya kalau dirangkum, uraian larangan di atas dapat diperpendek menjadi:

  1. Jangan sampaikan, sebarkan dan/atau mendukung ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, Pemerintah, suku, agama, ras, dan antar golongan, dalam bentuk apa pun.
  2. Jangan membuat dan/atau menyebarkan berita atau informasi yang belum jelas kebenarannya, berpotensi hoaks, dan menyesatkan.
  3. Jangan adakan atau mengikuti kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pemerintah.
  4. Jangan gunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.
  5. Jangan lecehkan simbol-simbol negara.

Hanya 5 hal sebenarnya poin pentingnya. Adakah yang berlebihan dan mengekang? Jelas, tidak ada. Di sana juga tidak terdapat larangan mengkritik pemerintah. Wajib dipahami, mengkritik amat berbeda dengan menghina.

Mengkritik misalnya menyebut pemerintah "abai", "tidak becus", dan sebagainya menyangkut tugas dan program kerja, di mana ketika menyampaikannya harus disertai dengan bukti data dan fakta nyata. Jika tidak maka itu namanya fitnah.

Lalu contoh penghinaan itu umpamanya mengatakan pemerintah "membela PKI", presiden "anak haram", dan sejenisnya. Selain fitnah, itu juga sangat bertentangan dengan moral dan akal sehat.

Sebagai orang-orang terbaik yang dipercayakan negara untuk mengabdi dan melayani masyarakat, sudah selayaknya para ASN menghindari penyesatan, hasutan, provokasi dan fitnah. Mereka wajib menjadi contoh yang baik bagi warga pada umumnya.

Ada data hasil survei yang menyebutkan bahwa 800.000 lebih ASN atau PNS terpapar radikalisme yakni anti Pancasila dan anti NKRI, salahkah negara (pemerintah) mengarahkan para pegawainya? Karena jangankan di instansi pemerintah, di instansi swasta saja juga ada rambu-rambu yang mesti diikuti sungguh-sungguh oleh karyawan.

Jika ada pihak tertentu yang melakukan penafsiran liar atas SKB, mengait-kaitkannya dengan kepentingan politik, tentu itu sangat disayangkan. Tidak ada larangan berlebihan negara terhadap para ASN. Bahkan larangan serupa berlaku juga bagi masyarakat luas.

Untuk mekanisme penanganan ASN yang diduga melanggar pun tidak asal-asalan. Pelapor harus memastikan laporannya sesuai bukti otentik (data dan fakta) dan kriteria pelanggaran sebelum menyampaikannya lewat portal aduanasn.id (Aduan ASN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun