Mungkin bagi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) periode 2019-2024, Edhy Prabowo, membandingkan kebijakan yang akan diambilnya selama lima tahun ke depan dengan kebijakan yang pernah dilakukan oleh pendahulunya Susi Pudjiastuti (Menteri KKP periode 2014-2019) adalah sesuatu hal yang wajar dan berharap dapat dimaklumi.
Di balik kewajaran dan harapan untuk dimaklumi, Edhy tentu bermaksud agar namanya semakin dikenal dan diakui, tidak kalah dibanding Susi yang sampai sekarang masih menjadi idola mayoritas publik.
Intinya Edhy ingin diperlakukan sama seperti Susi. Misalnya Edhy mau katakan, "Saya juga bisa bikin hal yang luar biasa loh. Bukan cuma Bu Susi." Dan sekali lagi, hal itu wajar, dengan syarat tidak dilakukan terus-menerus.
Apa kebijakan yang tengah dibanding-bandingkan Edhy? Contohnya soal penenggelaman kapal asing yang terbukti dioperasikan secara ilegal di perairan Indonesia untuk mencuri ikan. Edhy mengaku tetap melanjutkan kebijakan warisan Susi tersebut, namun tidak boleh gegabah.
"Penenggelaman kapal itu tetap kita akan lakukan kalau memang ada siapa pelanggarnya, tapi kalau kemudian kita tangkap, kita kejar masa harus kita tenggelamkan, wong dia sudah nyerah. Kan pengadilan urusannya, menenggelamkan kapal pun harus keputusan pengadilan," ujar Edhy di Menara Kadin, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Apakah maksudnya Susi sebelumnya bertindak gegabah menenggelamkan kapal asing tanpa menunggu keputusan pengadilan? Mengungkap pernyataan sejenis itu yang mesti dihindari oleh Edhy.Â
Karena faktanya, sejak 2014 hingga Mei 2019, sebanyak 503 unit kapal yang ditenggelamkan Susi sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di pengadilan. Artinya, baik pemilik maupun kapal sitaan telah diproses di persidangan.
Selanjutnya, Edhy berencana membuka kemungkinan setiap kapal asing yang disita akan diberikan kepada nelayan, tidak semuanya ditenggelamkan. Apakah nantinya itu dalam bentuk lelang atau cuma-cuma, mekanismenya sedang diatur.
Pemberian kapal yang sudah berkedudukan hukum tetap (ickracht) kepada nelayan tetap berada dalam pengawasan atau dimonitor secara real time. Maka, KKP akan terus bekerjasama dengan kepolisian, TNI dan Bakamla sehingga potensi kapal sitaan (yang dioperasikan nelayan) kembali lagi ke tangan asing tidak terjadi.
Satu hal lagi yang dikeluhkan Edhy di periode kepemimpinan Susi (yang disebutnya sebagai kejanggalan), yaitu soal belum optimalnya komunikasi dan pembinaan terhadap nelayan serta relasi komprehensif dengan para pengusaha.
"Kalau jargon penenggelaman kapal terus yang kita lakukan sementara pembinaan kepada nelayan dan pembudidaya ikan kita juga nggak ada, nggak jalan, nggak ada gunanya. Kita nggak akan pernah takut dengan nelayan asing, tapi juga jangan semena-mena sama nelayan kita sendiri, harus ada pembinaan. Kita harus disayangi nelayan kita sendiri tapi kita ditakuti nelayan-nelayan pencuri," tutur Edhy.