Patut dipahami bahwa salah satu dampak dari berlakunya UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang telah disahkan pemerintah dan DPR beberapa hari yang lalu adalah kehadiran dewan pengawas yang berakibat pada pengurangan wewenang komisioner atau pimpinan KPK.
Pengurangan wewenang yang dimaksud yakni pencabutan kuasa pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum. Ditambah pula wewenang dalam memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, yang kini beralih ke pundak dewan pengawas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya para komisioner KPK tidak pantas lagi disebut pimpinan, sebab hampir seluruh kendali lembaga antirasuah berada di tangan dewan pengawas.
Baiklah kita berpikir positif, keberadaan dewan pengawas tidak akan menghambat proses penegakan hukum di KPK, serta orang-orang yang dipilih untuk itu merupakan sosok-sosok terbaik yang punya kepedulian tinggi terhadap nasib bangsa dan paham mekanisme pemberantasan korupsi.
Lalu bagaimana rincian kriteria dalam memilih orang-orang yang menjadi dewan pengawas? Bukankah artinya mereka lebih kapabel lagi dibanding para komisioner KPK?
Karena kalau dicermati, menjadi komisioner KPK saja tidak mudah, wajib memenuhi segala persyaratan dan lolos seleksi ketat. Persyaratan itu misalnya minimal berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan.
Selain sekian syarat tadi, komisioner (dan pegawai) KPK juga tidak diperbolehkan merangkap jabatan atau berkarya di tempat lain, umpamanya memimpin atau menjadi karyawan sebuah perusahaan, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interesting).
Lebih lengkapnya, dapat dibaca UU KPK Pasal 36. Di sana diatur cukup detail terkait standar kode etik yang berlaku bagi pimpinan (komisioner) dan pegawai KPK.
Bagaimana pengaturan kode etik khusus bagi dewan pengawas sementara aturan yang termuat dalam Pasal 36 tidak berlaku buat mereka? Mengapa standar dewan pengawas tampaknya lebih lemah atau rendah daripada pimpinan dan pegawai KPK?
Pada Pasal 37 hasil revisi ditegaskan bahwa Pasal 36 tidak berlaku bagi dewan pengawas, melainkan kepada tim penasihat, komisioner dan pegawai KPK. Apa contohnya?
Contohnya yaitu dewan pengawas tidak dilarang menjadi komisaris, direksi, organ yayasan hingga jabatan profesional lainnya. Kemudian dewan pengawas juga tidak dilarang bertemu tersangka atau pihak lain yang punya hubungan dengan perkara yang ditangani KPK.